PENGAMAT Pertanian, Syaiful Bahari, mengatakan bahwa anggaran yang didapatkan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk tahun 2025 sebesar Rp29,37 triliun sebenarnya tidak cukup untuk memulihkan produksi pertanian nasional, khususnya di sektor pangan.
"Mengingat turunnya produktivitas pertanian pangan yang terjadi sejak 2022 sampai sekarang disebabkan berbagai faktor, di antaranya pupuk dan bibit, kekeringan, dan kerusakan tanah yang akut," ucap Syaiful saat dihubungi pada Jumat (13/9).
Sebagaimana diketahui, total anggaran yang diperoleh Kementan untuk tahun 2025 menjadi Rp29,37 triliun dari yang sebelumnya hanya berada di angka Rp7,91 triliun. Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyebutkan tambahan anggaran tersebut akan digunakan untuk mendukung program quick wins lumbung pangan.
Baca juga : Anggaran Bertambah Rp21,49 Triliun, Kementan: Untuk Quick Wins Lumbung Pangan
"Seharusnya dengan anggaran yang terbatas tersebut, Kementan harus membuat skala prioritas mana yang dalam waktu jangka pendek bisa membantu normalisasi produksi. Agar tidak terjadi defisit cadangan beras nasional sehingga bisa menekan angka impor beras," tutur Syaiful.
Ia pun menegaskan, konsep lumbung pangan tersebut harus jelas, jangan sampai dengan anggaran yang terbatas tidak efisien dan memberikan dampak langsung untuk meningkatan produktifitas.
"Sekarang ini yang utama adalah bagaimana mendorong petani-petani kita agar tetap semangat untuk bercocok tanam di tengah tingginya biaya produksi dan kerugian karena gagal panen," bebernya.
Syaiful menyebut, percepatan pembangunan lumbung pangan, juga tidak bisa hanya dibebankan ke pertanian saja. Program ini, sambungnya, seharusnya juga melibatkan kementerian yang lain, seperti PUPR, ATR/BPN dan KLHK dan koordinasi lintas sektor ini harus berada di bawah pengawasan langsung oleh Presiden.
"Sehingga penanganan krisis pangan harus mrnjadi skala prioritas nasional, agar kita terlepas dari jeratan impor beras," pungkasnya. (J-3)