
SEKITAR 4,6 miliar tahun yang lalu, tata surya kita terbentuk dari cakram gas raksasa dan debu yang mengorbit Matahari. Asteroid-asteroid yang kita lihat sekarang adalah sisa-sisa paling utuh dari proses pembentukan itu. Oleh karena itu, para ilmuwan mempelajari “kapsul waktu” yang melayang di luar angkasa ini untuk mengetahui kondisi awal tata surya dengan meneliti komposisi, bentuk, serta permukaan asteroid.
Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di The Planetary Science Journal yang dikepalai ilmuwan IPAC Joe Masiero menemukan sesuatu yang mengejutkan: dua jenis asteroid yang berbeda, satu kaya logam dan satu campuran silikat, ternyata berbagi jejak masa lalu yang sama. Keduanya saling berbagi lapisan debu unik berisi troilite, material langka yang terbuat dari besi dan belerang.
“Troilite sangat jarang ditemukan, jadi keberadaannya bisa menjadi sidik jari unik yang menghubungkan dua jenis asteroid berbeda ini,” ujar Masiero.
Dua Tipe Asteroid, Lapisan yang Sama
Asteroid diklasifikan berdasarkan spektrum cahaya yang dipantulkan dari permukaannya, seperti tipe M dan K. Tipe M kaya akan logam, sedangkan tipe K mengandung silikat dan diduga berkaitan dengan tabrakan besar kuno antara asteroid. Perlu diketahui juga, jika sekitar 95% kerak dan mantel Bumi juga tersusun dari silikat.
Namun, tampilan material pada asteroid dapat berbeda tergantung dari bentuk asteroid, ukuran debu/regolith, dan sudut fase, yaitu sudut antara Matahari, asteroid, dan Bumi. Karakter asteroid yang terus bergerak dan berotasi membuat mereka memiliki “fase” seperti Bulan.
Masiero menjelaskan bahwa penelitian berusaha memahami perbedaan mineral dan kondisi pembentukan asteroid di awal pembentukan sistem tata surya, “Meskipun spektrum menunjukkan bahwa ada mineral yang berbeda di permukaan objek-objek ini, kami berusaha memahami seberapa berbeda sebenarnya tubuh-tubuh ini.”
Sebuah Teknik Baru
Dalam penelitiannya, Masiero menggunakan teknik polarisasi dengan instrumen WIRC+Pol, khususnya pada spektrum inframerah-dekat untuk mempelajari asteroid. Dengan mengukur polarisasi cahaya yang dipantulkan oleh asteroid tipe M dan K, ditemukan bahwa dua kelas spektrum asteroid yang sebelumnya dianggap berbeda mungkin sebenarnya saling terhubung melalui komposisi permukaannya.
Polarisasi menggambarkan arah gelombang cahaya dan setiap jenis mineral memiliki respons polarisasi berbeda saat memantulkan cahaya. Tingkat polarisasi juga dapat dipengaruhi oleh perubahan sudut fase asteroid (sudut antara Matahari, asteroid, dan Bumi). Masiero memanfaatkan perubahan ini untuk menyelidiki komposisi permukaan asteroid. Teknik ini juga memungkinkan ilmuwan untuk menganalisis kandungan mineral yang ada meski tidak tercermin dalam spektrum biasa.
Debu Misterius di Asteroid Ungkap Asal-Usul Tata Surya
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa asteroid tipe M dan K ternyata memiliki kesamaan: keduanya diselimuti debu troilit yang mengindikasikan bahwa kedua jenis asteroid tersebut mungkin berasal dari objek besar yang sama, yang kemudian pecah menjadi potongan-potongan kecil.
Menurut Masiero, mempelajari asteroid memberi kita petunjuk penting tentang proses pembentukan planet. “Kita tidak bisa membelah Bumi untuk melihat isinya, tetapi kita bisa meneliti asteroid untuk memahami bagaimana planet kita terbentuk,” tutup Masiero. (Sciencedaily/IOP Science/Z-2)