Liputan6.com, Jakarta - Kasus balita berumur tiga tahun bernama Raya asal Sukabumi yang meninggal dunia dengan tubuh dipenuhi cacing menyedot perhatian publik. Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menegaskan kematian tragis ini harus menjadi alarm serius bagi Indonesia.
"Kita semua tersentak dengan berita viral tentang seorang anak yang tubuhnya diberitakan ditemukan banyak cacing. Sebelum menarik kesimpulan, kita perlu menunggu penjelasan resmi rumah sakit. Namun, yang jelas, kasus ini menunjukkan perlunya tindak lanjut bukan hanya di rumah sakit, tapi juga di lingkungan sekitar anak," ujar Prof Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui aplikasi pesan singkat.
Menurutnya, penyakit akibat cacing atau soil-transmitted helminth (STH) masih menjadi masalah kesehatan yang erat kaitannya dengan sanitasi buruk. Jenis yang sering menginfeksi antara lain cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang.
"Penularannya melalui telur cacing yang ada di tinja dan mengkontaminasi tanah. Anak-anak bisa tertular saat bermain di tanah kotor lalu memasukkan tangan ke mulut tanpa mencuci tangan," tambahnya.
Infeksi Cacing Bisa Dicegah
Prof Tjandra, menjelaskan, ada empat langkah pencegahan sesuai rekomendasi WHO. Konsumsi obat cacing secara berkala, penyuluhan kesehatan, perbaikan sanitasi, serta pengobatan dengan obat yang aman dan efektif jika infeksi sudah terjadi.
"Anak yang terinfeksi biasanya mereka yang gizinya kurang baik. Jadi, upaya perbaikan gizi dan sanitasi harus berjalan beriringan dengan pemberian obat cacing," kata Prof Tjandra.
WHO bahkan sudah mencanangkan target global pengendalian kecacingan pada 2030. Menurut Prof Tjandra, Indonesia seharusnya juga memiliki target jelas untuk menyelesaikan masalah ini, terutama saat menuju Indonesia Emas 2045.
"Tidak elok kalau di masa itu kita masih menghadapi masalah kecacingan," ujarnya.
Kronologi Kasus Raya Bocah Sukabumi yang Meninggal Dipenuhi Cacing
Raya, balita tiga tahun asal Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, meninggal dunia di RSUD R Syamsudin SH pada 22 Juli 2025 setelah sembilan hari dirawat intensif di ruang PICU.
"Raya tiba di IGD dalam kondisi tidak sadar, dengan tekanan darah yang tidak stabil. Saat observasi, dokter melihat cacing keluar dari hidungnya," kata Ketua Tim Penanganan Keluhan RSUD R Syamsudin SH, dr Irfanugraha Triputra, dikutip dari Regional Liputan6.com pada Rabu, 20 Agustus 2025.
Awalnya, dokter menduga ketidaksadaran Raya dipicu meningitis tuberkulosis (TB) atau komplikasi TBC paru, mengingat kedua orang tuanya tengah menjalani pengobatan TBC. Namun, dugaan berubah setelah ditemukan cacing dari tubuh Raya.
Tidak Hanya Masalah Medis
Selain masalah medis, keterlambatan penanganan juga memperparah kondisi. Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi menyebut bahwa keluarga Raya hidup dalam keterbatasan dan sering menggunakan kayu dari rumah panggung untuk kebutuhan sehari-hari.
"Sayangnya, ketika kondisi Raya memburuk, keluarganya tidak segera membawanya ke rumah sakit. Mungkin mereka tidak menyangka keadaannya separah itu," ujar Wardi.
Kasus tragis yang menimpa Raya menjadi pengingat bahwa infeksi cacing masih nyata mengancam anak-anak Indonesia. Perbaikan sanitasi, akses obat cacing, serta edukasi kebersihan harus menjadi prioritas agar kasus serupa tidak terulang.
"Kasus ini memang menyedihkan, tapi harus jadi momentum agar tidak ada lagi anak-anak yang meninggal akibat hal yang sebetulnya bisa dicegah," pungkas Prof Tjandra.