Liputan6.com, Jakarta - Dalam pengasuhan keluarga, peran ayah sangat penting dalam membesarkan anak dengan baik. Sayangnya, banyak kesulitan yang terjadi saat ingin menyampaikan kasih sayang tersebut.
Dalam hal ini, Pakar Parenting, Irwan Rinaldi menjelaskan bahwa masalah ini bukan karena kurangnya niat, tetapi karena tidak adanya 'jembatan ilmu' antara ayah dan anak.
"Persoalannya sebenarnya di ilmu. Sering sekali ayah kurang mengerti itu. Beberapa orang pernah konsultasi ke saya dan merasa bingung untuk mengungkapkan perasaannya kepada anak. Makanya, dimulai buat jembatan ilmu ke ayah dulu," kata Irwan dalam acara Lomba Senam dan Senam Bersama Gerakan Ayah Teladan Indonesia di Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga di Jakarta Timur pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Irwan memperkenalkan prinsip connection before correction atau koneksi sebelum koreksi. Dia menceritakan kasus ayah yang memukul anak karena tidak mengerjakan PR, lalu menyesal.
Menurutnya, hal itu terjadi karena ayah tidak memahami cara menghubungi hati anak sebelum memberi koreksi. "Jangan kamu koreksi anakmu sebelum kamu punya koneksi sama anakmu," katanya.
Koneksi dapat dibangun dari hal yang sederhana seperti, mendoakan anak setiap hari atau mendengarkan keluhannya tanpa mengalihkan perhatian ke ponsel.
Pentingnya Kehadiran Ayah
Menurut Irwan, kehadiran fisik dan batin ayah adalah kebutuhan mendasar anak yang tidak bisa digantikan.
“Dia butuh fisik ayahnya, butuh otot ayahnya, butuh batin ayahnya. Anak-anak membutuhkan kebutuhan spiritual, emosional, intelektual, dan sosial dari ayahnya,” jelasnya.
Kehadiran fisik berarti anak merekam interaksi langsung yang membentuk gambaran laki-laki ideal, seperti memeluk ibu atau membantu pekerjaan rumah. Kehadiran batin berarti ayah hadir secara penuh dalam mendengarkan dan memahami perasaan anak.
Kombinasi keduanya menciptakan rasa aman, kepercayaan, dan keterikatan yang akan memengaruhi cara anak membangun hubungan di masa depan.
Peran Ayah Bukan Hanya Pencari Nafkah
Dalam rumah tangga, ayah memang memiliki peran sebagai kepala keluarga yang memiliki kewajiban untuk mencari nafkah. Namun, fokus tersebut menjadi kurang tepat dalam mendorong perkembangan anak. Irwan mengajak masyarakat menghapus pemikiran bahwa peran ayah sebatas mencari uang.
“Kalau ayah hanya fokus nyari uang, siapa yang ngurus kebutuhan emosional anak?” katanya.
Ia menegaskan, fokus utama pada nafkah membuat ayah kehilangan kesempatan membangun hubungan yang bermakna dengan anak.
Ayah yang seimbang antara bekerja dan hadir di rumah akan lebih mampu memahami perubahan perilaku anak, memberikan arahan tepat, dan mencegah mereka mencari pengganti figur ayah di luar keluarga.
Pujian dan Rasa Aman
Ayah yang sering memberikan pujian rutin pada anak, khususnya anak perempuan, cenderung lebih memiliki keterikatan emosional yang kuat. Ini menjadi bentuk bagian dari pengisian “ruang emosional” mereka.
“Jangan kurang dari empat kali sehari bilang ke anak perempuan bahwa dia cantik, bahwa ayah bangga,” ujarnya.
Pujian yang tulus, disertai sentuhan aman seperti pelukan atau genggaman tangan akan membangun rasa percaya diri dan rasa aman pada anak.
Jika ruang ini tidak diisi oleh ayah, anak perempuan rentan mencari validasi dari pihak lain yang bisa membawanya pada situasi berisiko.
Irwan menekankan, tindakan kecil seperti ini bila dilakukan konsisten akan menjadi benteng emosional yang kuat bagi anak menghadapi tekanan sosial di luar rumah.