
PARA astronom menemukan sebuah sistem bintang kuartet (quadruple star system) yang sangat unik dan pertama kali teridentifikasi yang berpotensi membantu memahami lebih dalam tentang fenomena “bintang gagal” atau yang dikenal dengan sebutan brown dwarfs. Dijuluki demikian karena meskipun terbentuk seperti bintang pada umumnya, mereka tidak memiliki cukup massa untuk memicu reaksi fusi nuklir hidrogen menjadi helium di inti mereka–proses penting yang menentukan apakah sebuah objek langit layak disebut bintang.
Sistem kuartet tersebut diberi nama UPM J1040-3551 AabBab dan terletak sekitar 82 tahun cahaya dari Bumi. Di dalamnya terdapat sepasang brown dwarfs dingin yang mengorbit sepasang bintang katai merah muda (young red dwarf stars). Keduanya terpisah sejauh 1.656 kali jarak Bumi ke Matahari, sehingga memerlukan lebih dari 100.000 tahun Bumi untuk menuntaskan satu kali orbit penuh.
Tim peneliti berhasil menemukan struktur unik dari sistem ini dengan memanfaatkan wahana pelacak bintang Gaia milik European Space Agency (ESA) dan Wide-field Infrared Survey Explorer (WISE) milik NASA. Mereka melakukan pengukuran kecepatan sudut pada masing-masing komponennya. Hasilnya menunjukkan bahwa Aab (pasangan bintang Aa dan Ab) dan Bab (pasangan brown dwarf Ba dan Bb) bergerak searah dengan kecepatan sudut yang serupa.
“Yang membuat penemuan ini begitu menarik adalah sifat hierarkis dari sistem ini, sangat penting untuk menjaga orbitnya tetap stabil dalam jangka waktu yang sangat lama,” jelas Zenghau Zhang, peneliti sekaligus ketua tim peneliti dari Nanjing University.
Membongkar Misteri Sistem Bintang Kuartet yang Sangat Langka
Meskipun pasangan bintang merah Aab adalah komponen paling terang dalam sistem bintang kuartet ini, cahayanya tetap terlalu redup untuk dilihat dengan mata telanjang. Untuk dapat mengamatinya, dibutuhkan sebuah inframerah.
Menariknya, para astronom awalnya mencurigai jika sistem ini bukan hanya satu bintang tunggal, serta adanya pergeseran pusat cahaya di antara kedua bintang tersebut. Pasangan brown dwarfs Bab juga berhasil “didekode” berkat tingkat kecerahannya yang tidak biasa dibandingkan dengan bintang gagal tunggal lainnya.
Untuk memastikan sifat keempat komponennya, para peneliti menggunakan teleskop Southern Astrophysical Research (SOAR) di Cerro Tololo Inter-American Observatory, Cile. Melalui cahaya inframerah, teleskop tersebut bantu menunjukkan bahwa kedua bintang merah pada pasangan Aab memiliki massa sekitar 17% dari massa Matahari dengan suhu sekitar 2.900°C.
Sementara itu, pasangan brown dwarf Bab memiliki massa sekitar 1% hingga 3% dari massa Matahari, dengan suhu masing-masing mencapai 420°C dan 550°C. Inilah yang membuat mereka termasuk ke dalam kelompok langka brown dwarfs dengan tipe-T.
Brown dwarf akan mengalami pendinginan seiring bertambahnya usia, yang menyebabkan sifat fisiknya dapat berubah. Fenomena ini disebut degenerasi usia-massa, di mana sebuah brown dwarf dengan suhu tertentu bisa saja masih muda namun memiliki massa rendah, atau sudah tua namun lebih masif.
“Sistem UPM 71040-3551 ini sangat penting karena adanya emisi H-alpha dari pasangan bintang paling terang menunjukkan bahwa sistem ini masih relatif muda, antara 300 juta hingga 2 miliar tahun,” ungkap Profesor Hugh Jones dari University of Hertfordshire, salah satu peneliti.
Tim peneliti percaya studi mengenai pasangan brown dwarf Bab akan semakin mendalam di masa depan. Apalagi dengan kemajuan teknologi pencitraan resolusi tinggi. Dengan itu, astronom bisa mengukur pergerakan orbit dan massa kedua brown dwarfs dengan lebih presisi. (Space/Z-2)