WAKIL Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mendorong Pemerintah Kota Solo untuk mengkaji secara mendalam rencana penerapan Work From Anywhere (WFA) atau Work From Home (WFH) bagi aparatur sipil negara (ASN). Kebijakan WFA tersebut muncul sebagai respons atas pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) dari APBN 2026 yang mencapai Rp 218 miliar.
"Wali Kota Solo disarankan untuk mengkaji secara menyeluruh, memastikan kebijakan ini benar-benar efisien tanpa mengganggu pelayanan publik," ujar Bima saat kunjungan kerja di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa, 21 Oktober 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Bima menegaskan, langkah efisiensi anggaran dengan menerapkan WFA tetap harus mempertimbangkan aspek produktivitas ASN. Ia menilai, pemerintah kota Solo perlu menetapkan indikator kinerja utama atau key performance indicator (KPI) agar hasil kerja ASN tetap terukur meskipun dilakukan di luar kantor.
"Wali Kota nanti yang menentukan KPI-nya. Jadi, walaupun bekerja dari mana saja, ASN harus punya output yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Pengawasannya tetap dilakukan secara berjenjang oleh atasan langsung," tutur dia.
Bima juga memastikan kebijakan WFA tidak akan memengaruhi hak keuangan ASN. “Tidak ada pengurangan tunjangan. Ini hanya soal pengaturan pola dan jam kerja,” katanya.
Wali Kota Solo Respati Ardi mengungkapkan, WFA menjadi strategi efisiensi di tengah penyesuaian anggaran daerah. Kebijakan ini diterapkan hanya bagi ASN yang tidak bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat.
Menurut Respati, WFA berpotensi menekan belanja operasional hingga 31 persen di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD). “Kami targetkan efisiensi minimal 31 persen dari setiap OPD. WFA ini khusus untuk ASN yang bekerja administratif, bukan untuk pelayanan publik,” kata Respati pada Senin, 20 Oktober 2025.
Kebijakan tersebut kini tengah dalam tahap kajian teknis sebelum resmi diterapkan di lingkungan Pemerintah Kota Solo. Respati memastikan kebijakan itu hanya akan berlaku bagi pegawai yang tidak bersinggungan langsung dengan layanan publik, seperti staf administrasi atau kesekretariatan.
"Kami akan coba terapkan WFH seminggu sekali untuk pegawai yang tidak berhubungan langsung dengan masyarakat. Tujuannya untuk efisiensi—baik dari sisi konsumsi, listrik, maupun transportasi. Targetnya bisa hemat sekitar 30 persen,” ungkap dia.
Respati mengatakan, penghematan akan dilakukan secara menyeluruh di lingkungan Pemerintah Kota Solo. Mulai dari pengurangan konsumsi rapat, misalnya yang biasanya tiga kali menjadi satu kali, hingga penerapan gaya hidup hemat di kantor, seperti membawa tumbler pribadi dan mengurangi penggunaan listrik berlebih.
“Mulai hidup hemat, frugal living di Pemkot Solo. Air mineral bawa tumbler, makanan rapat cukup sekali, dan kalau bisa rapat daring, ya, rapat daring,” katanya.
Respati menegaskan layanan publik tetap menjadi prioritas utama. Karena itu, kebijakan WFH tidak akan diterapkan bagi pegawai di sektor pelayanan masyarakat, seperti puskesmas, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan tenaga pendidikan. "Yang berhubungan dengan masyarakat tidak boleh WFH. Tapi untuk bidang yang memungkinkan, seperti sekretariat dan rapat koordinasi, bisa digilir. Prinsipnya efisiensi tanpa mengorbankan pelayanan,” kata Respati.