Jakarta (ANTARA) - "Kegagalan kemanusiaan". Itulah istilah yang disebut Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dalam menggambarkan bencana kelaparan yang melanda Gaza, fenomena yang hingga kini terus disangkal Israel.
Kegeraman yang dipendam oleh Sekjen PBB itu semakin terasa karena bencana kelaparan yang mengancam jutaan manusia di Gaza itu bukanlah disebabkan oleh kondisi kekeringan atau kelangkaan alami karena musim panas berkepanjangan.
Namun, Guterres mengingatkan bahwa kondisi kelaparan yang merajalela di daerah kantung Palestina itu merupakan "bencana buatan manusia," akibat pembatasan bantuan dan pangan yang disengaja oleh rezim Zionis.
Senada dengan Guterres, Kepala Hak Asasi Manusia PBB Volker Türk menyebut tragedi kelaparan itu "akibat langsung dari tindakan yang diambil oleh Pemerintah Israel".
Sementara Philippe Lazzarini yang menjabat sebagai Komisioner Jenderal UNRWA (Badan PBB untuk pengungsi Palestina) menggambarkan secara blak-blakan situasi di Gaza sebagai "kelaparan yang disengaja."
Pernyataan yang disuarakan oleh para pejabat di lembaga internasional itu menggemakan konsensus global yang berkembang bahwa kelaparan di Gaza bukanlah suatu kebetulan, melainkan akibat dari pilihan kebijakan Israel dan kelumpuhan aksi nyata politik dunia.
Di balik pernyataan-pernyataan itu terdapat realitas pahit mengenai kondisi kelaparan. Seseorang yang menderita karena kekurangan makanan, maka tubuhnya akan mengonsumsi lemak dan ototnya sendiri, sehingga menyebabkan rasa sakit hingga rasa kepeningan parah yang terus-menerus.
Bagi anak-anak, kekurangan gizi akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kognitif mereka terhambat hingga sukar untuk diperbaiki ke depannya.
Tanpa air, organ-organ tubuh akan gagal berfungsi dan kematian akan merayap perlahan. Bagi mereka yang bertahan hidup, kelaparan meninggalkan luka yang mendalam antara lain berupa penyakit kronis, gangguan kognitif, dan trauma psikologis yang berlangsung seumur hidup.
Maka tak mengherankan bahwa bagi masyarakat Gaza, bertahan hidup telah menjadi sebuah pilihan yang harus diambil antara merana dalam diam atau mempertaruhkan kematian untuk mencari bantuan, bentuk siksaan sehari-hari dari "kegagalan kemanusiaan" ini.
Baca juga: Negara Arab kecam genosida Israel di Gaza: Noda pada kemanusiaan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.