Liputan6.com, Jakarta Di tengah derasnya arus musik digital, telinga pendengar kerap menangkap nada-nada familier dari lagu yang baru dirilis, sehingga memicu perdebatan dan tudingan plagiarisme. DJ dan produser Whisnu Santika, kurator musik Dimas Ario, hingga pengamat musik Dzulfikri Putra Malawi buka suara. Sebelum menghakimi, ada baiknya mengenal teknik legal dan kreatif dalam industri musik yang disebut interpolasi lagu.
Ini bukanlah hal baru dan telah lama dipraktikkan musisi dunia. Praktik ini juga seringkali membuat batas antara "inspirasi" dan "plagiat" jadi abu-abu di telinga publik. Sejarah musik pop global mencatat banyak kasus musisi besar yang tersandung tuduhan plagiat lantaran kemiripan nuansa.
Misalnya ketika Adele digugat musisi Brasil Toninho Geraes karena lagu "Million Years Ago" dianggap meniru "Mulheres." Kasus ini menunjukkan pentingnya pemahaman publik terhadap proses kreatif di balik karya. Bisa jadi yang dianggap plagiarisme sesungguhnya interpolasi, metode yang sah dan diakui dalam industri musik. Lantas apa yang membedakan interpolasi dengan plagiat atau bahkan sampling?
Menurut kurator musik Dimas Ario, terdapat perbedaan mendasar antara kedua teknik tersebut dari sisi kreatif maupun legal. "Interpolasi beda dengan sampling. Sampling menggunakan rekaman asli (penggunaan master di label), interpolasi itu membuat ulang karyanya dengan versi baru yang diinginkan setelah mendapat lisensi pencipta. Ini bukan sekadar potong-tempel, tapi bentuk kreativitas yang legal,” kata Dimas Ario.
Hyuna baru saja merilis sebuah video musik baru berjudul I'm Not Cool. Ini adalah lagu utama dari mini album ketujuh milik HyunA.
Dengan Interpolasi
Lebih dari sekadar aspek teknis, interpolasi memiliki nilai strategis dalam industri musik modern, berfungsi sebagai jembatan antar-generasi. Dimas Ario menambahkan, teknik ini mampu memperkenalkan kembali karya-karya lama kepada audiens yang lebih muda.
“Dengan interpolasi, musisi bisa memberi nyawa baru pada karya terdahulu, tanpa kehilangan rasa hormat terhadap penciptanya," ia memaparkan.
Sampel Master Rekaman
Proses interpolasi juga menuntut tanggung jawab penuh dari musisi, dan tetap terikat pada etika maupun hukum hak cipta. Dzulfikri Putra Malawi, pengamat musik sekaligus pendiri Wara Musika, menyoroti pentingnya pengelolaan lisensi yang benar dalam praktik ini.
"Jika yang digunakan sampel master rekaman, maka mengurus lisensinya ke label karena ada biaya untuk lisensi hak terkait dan hak pencipta. Kalau interpolasi lagu ini berkait dengan penciptanya langsung via publisher atau management pencipta lagu yang bersangkutan,” urai Dzulfikri Putra.
Saya Memang Mengadopsi Elemen
Di kancah musik elektronik Indonesia, DJ dan produser Whisnu Santika menjadi salah satu musisi yang aktif mengeksplorasi teknik interpolasi dalam karya-karyanya. Sejumlah lagunya seperti "Sahara," "Mambo Jambo," "Tequilla", hingga "Yummy" jadi contoh bagaimana interpolasi berhasil menghadirkan nuansa segar tanpa menghilangkan esensi karya aslinya.
Namun single terbarunya yang berjudul "Yalla Habibi" sempat menuai kontroversi lantaran dinilai mirip dengan lagu "Iag Bari Yababa" karya ARKADYAN, Fanfare Ciocărlia, dan GROSSOMODDO. Terkait hal itu, Whisnu Santika menegaskan prosesnya dilakukan secara bertanggung jawab. Tim manajemen telah berkomunikasi serta mengurus legalitas hak cipta lagu ke Fanfare Ciocărlia melalui Piranha Records.
"Saya memang mengadopsi elemen dari ‘Iag Bari Yababa’, tapi bukan untuk menjiplak. Justru saya ingin merayakan musik world dengan sentuhan Indobounce yang jadi identitas saya,” pungkas Whisnu Santika.