Masuk BRICS, RI Kemungkinan Kena Tarif AS Lebih Tinggi

1 month ago 13
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Masuk BRICS, RI Kemungkinan Kena Tarif AS Lebih Tinggi Presiden AS, Donald Trump.(Dok. US Embassy Japan)

KETUA Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Sutrisno mengungkapkan kekhawatiran bahwa Indonesia berpotensi dikenakan tarif impor AS lebih tinggi, terutama setelah bergabung dengan BRICS.

Saat ini saja, katanya, tarif bea masuk produk Indonesia ke AS sudah mencapai 32%, ditambah potensi dikenakan 10% karena tergabung dalam BRICS.

"Kemungkinan kena tarif tinggi itu pasti ada. Saat ini saja, tarif bea masuk produk Indonesia ke AS sudah tinggi, totalnya bisa menjadi 42%," ujar Benny kepad Media Indonesia, Kamis (10/7).

Dia menjelaskan sejumlah komoditas yang paling rentan terdampak dari kebijakan tarif AS ini antara lain pakaian jadi, sepatu olahraga, komponen listrik, dan furnitur. Menghadapi kondisi ini, Benny menekankan pentingnya pengalihan pasar selain ke Amerika Serikat (AS).

“Diversifikasi pasar mutlak dilakukan untuk menjaga kinerja ekspor nasional,” ujarnya.

Risiko Besar

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Saleh Husin. Ia menilai risiko pengenaan tarif lebih tinggi terhadap Indonesia mungkin terjadi.

"Oleh karena itu, kita lihat bagaimana hasil diplomasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto," ucapnya.

Menurutnya, diperlukan diplomasi dan negosiasi intensif antara Indonesia dan Amerika Serikat. Di satu sisi, Saleh juga mendorong penguatan kerja sama di antara negara-negara BRICS.

“Komunikasi yang intens dengan sesama anggota BRICS penting agar dapat saling membuka pasar. Dengan begitu, ketergantungan Indonesia terhadap pasar AS dapat berkurang ke depan,” tambahnya.

Terkait dampaknya, Saleh menerangkan kenaikan tarif impor AS tentu akan memengaruhi daya saing produk ekspor Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia ke AS sepanjang 2024 mencapai US$28,18 miliar, tumbuh 9,27% dibanding tahun sebelumnya. Kontribusi AS terhadap total ekspor nasional pun cukup besar, yakni 9,65%. Tambahan tarif pun dikhawatirkan akan menurunkan daya saing produk Indonesia.

“Harga barang ekspor Indonesia akan menjadi relatif lebih mahal, sehingga berdampak pada penurunan volume ekspor. Ini tentu akan merugikan industri dalam negeri yang berorientasi ekspor,” jelas Benny.

Dalam jangka panjang, penurunan ekspor ini juga bisa berdampak pada keuntungan industri dan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama di sektor padat karya. Beberapa sektor utama yang rentan terdampak antara lain tekstil dan produk tekstil (TPT), elektronik, alas kaki, serta perikanan, semuanya merupakan komoditas ekspor utama ke AS.

“Jika kondisi ini terus berlangsung tanpa ada upaya antisipatif, potensi PHK di sektor-sektor tersebut sangat mungkin terjadi,” pungkasnya.

Wanti-wanti

Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman mewanti-wanti posisi Indonesia yang masuk anggota BRICS. Dia berpendapat pengenaan tarif tinggi oleh AS terhadap sejumlah negara anggota BRICS, seperti Brasil yang dikenai bea masuk 50% untuk produk baja, bukan sekadar kebijakan perdagangan semata. Ini melainkan bagian dari dinamika geoekonomi yang makin tegang.

"Dalam konteks ini, posisi Indonesia sebagai anggota baru BRICS memang patut dicermati dengan lebih hati-hati," tegasnya saat dihubungi Media Indonesia.

Meskipun, lanjutnya, belum terdapat sinyal eksplisit bahwa Indonesia akan menjadi target tarif serupa, namun keikutsertaan dalam konsolidasi ekonomi alternatif terhadap hegemoni barat bisa saja menimbulkan konsekuensi terselubung, terutama bila Indonesia dianggap terlalu akomodatif terhadap kepentingan Tiongkok atau Rusia dalam forum tersebut.

Situasi ini menuntut pemerintah untuk membaca risiko bukan hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga dari spektrum diplomatik dan geostrategis yang lebih luas. Kewaspadaan perlu diarahkan pada beberapa aspek. Yakni, Indonesia harus menghindari posisi yang terlalu bias secara geopolitik agar tidak dianggap sebagai pihak yang meninggalkan poros Barat sepenuhnya.

Kedua, diplomasi dagang harus diperkuat bukan hanya di BRICS, tetapi juga dengan mitra lama seperti AS dan Uni Eropa. Hal ini dalam rangka menegosiasikan kerangka preferensi tarif dan perlindungan pasar yang lebih adil.

"Ketiga, strategi diversifikasi ekspor tak bisa lagi sekadar jargon. Perlu ada penguatan hilirisasi dan orientasi ke pasar nontradisional secara sistematis," tutupnya.  (H-3)

Read Entire Article