Pajak, Kemiskinan dan Revolusi: Bagaimana Kita Memaknai Gerakan Protes di Pati?

4 days ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Suasana demo di depan kantor Bupati Pati, pada Rabu (13/8/2025). Foto: Intan Alliva/kumparanSuasana demo di depan kantor Bupati Pati, pada Rabu (13/8/2025). Foto: Intan Alliva/kumparan

Sejarah mengajarkan bahwa pajak bukan sekadar soal pendapatan negara, tetapi urat nadi dan sumber legitimasi kekuasaan.

Kenaikan pajak yang signifikan sering kali lebih dulu memukul ekonomi rakyat kecil. Meningkatnya beban hidup yang tidak diiringi kenaikan pendapatan, menciptakan stress dan ketegangan sosial yang mudah meletup menjadi perlawanan. Dalam konteks ini, kenaikan pajak bukan hanya urusan administrasi, tetapi juga menyentuh rasa keadilan masyarakat. Ketika rasa keadilan itu dilanggar, stabilitas politik pun ikut terguncang.

Kita bisa menengok pada Revolusi Prancis 1789 yang dipicu oleh sistem pajak yang menindas rakyat miskin. Raja membebani petani dengan pungutan berat, sementara bangsawan menikmati hak istimewa tanpa beban yang sepadan. Ketimpangan ini menimbulkan kemarahan besar yang akhirnya menggulingkan monarki.

Revolusi Amerika juga memiliki akar serupa, meskipun dalam konteks yang berbeda. Slogan “No taxation without representation” (1760) lahir dari penolakan terhadap pajak sewenang-wenang yang tidak disertai hak politik bagi rakyat.

Pengalaman serupa juga terjadi di Nusantara pada masa VOC dan kolonial Belanda. Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-19, VOC memberlakukan pajak (contingenten) dan pungutan hasil bumi (verplichte leverantie). Petani dipaksa menyerahkan rempah atau padi dengan harga sepihak, sering jauh di bawah nilai pasar. Beban ini diperparah dengan kerja paksa (herendiensten), yang walaupun bukan pajak uang, tetapi memeras tenaga rakyat demi melayani sang raja (pejabat).

Kebijakan pajak kolonial ini meninggalkan trauma kolektif yang panjang. Pajak bukan dilihat sebagai sarana membangun kesejahteraan, tetapi sebagai instrumen penindasan.

Kesadaran inilah yang kemudian menjadi bagian dari semangat perlawanan nasional awal abad ke-20. Bagi rakyat Indonesia, kedaulatan ekonomi berarti terbebas dari pajak yang menguntungkan segelintir dan memiskinkan banyak pihak. Maka jangan heran, ketika pajak dinaikkan secara ekstrem di masa kini, trauma sejarah itu pun kembali bergaung.

Potensi Eskalasi

 Shutter StockIlustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock

Berbagai peristiwa di atas membuktikan bahwa pajak adalah kontrak sosial, bukan sekadar kewajiban hukum. Jika kontrak tersebut dilanggar, legitimasi kekuasaan akan runtuh. Gerakan protes 13 Agustus 2025 di Pati dapat dibaca dalam bingkai ini.

Rencana kenaikan PBB-P2 hingga 250 persen jelas memukul sendi ekonomi warga. Bagi petani, pedagang, dan pekerja kecil, kebijakan ini adalah pukulan ganda di tengah harga kebutuhan pokok yang terus naik.

Dari perspektif sosiologis, protes ini bukan hanya soal nominal pajak. Ia adalah ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan yang dianggap abai pada kesejahteraan rakyat. Kesenjangan kekuasaan dan rasa ketidakadilan mempercepat lahirnya solidaritas perlawanan. Dan ketika perlawanan ini menyala, api perubahan sulit untuk dipadamkan.

Kenaikan pajak ekstrem di Pati hanyalah puncak gunung es. Publik telah lama jenuh dengan kebijakan yang mengabaikan nalar dan rasa keadilan. Proyek-proyek mercusuar tanpa manfaat nyata dan regulasi yang menguntungkan segelintir orang menjadi catatan pahit dalam memori kolektif. Korupsi yang merajalela memperdalam luka tersebut. Setiap kasus yang terbongkar adalah pengingat bahwa amanah publik kerap dikhianati.

Uang rakyat yang seharusnya membangun justru menguap di tangan oknum. Hukuman bagi koruptor sering ringan, sementara pelaku tetap menikmati fasilitas mewah. Keadilan terasa timpang—tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ucapan pejabat yang serampangan - bahkan terkesan menantang - semakin memanaskan suasana. Alih-alih menenangkan, ada yang menyalahkan rakyat saat krisis, menertawakan keluhan tentang kemiskinan, bahkan mengancam mengambil alih aset rakyat yang menganggur.

Akumulasi kebijakan yang sembrono, korupsi, dan ucapan pejabat yang menyakitkan menciptakan potensi ledakan sosial yang sulit diprediksi. Pati menjadi cermin nyata situasi ini. Kondisi ekonomi yang tertekan membuat emosi publik mudah tersulut. Media sosial mempercepat penyebaran narasi kemarahan, mengubah isu lokal menjadi solidaritas nasional dalam hitungan jam. Ketika jalur formal dirasa tertutup, jalanan menjadi panggung terakhir rakyat.

Sejarah membuktikan bahwa gelombang protes sering dimulai dari satu titik lalu menyapu wilayah luas. Reformasi 1998 di Indonesia berawal dari krisis ekonomi yang menghantam keras masyarakat. Kenaikan harga dan pengangguran memicu kemarahan publik, sementara kebijakan pemerintah yang tidak peka makin memperburuk keadaan. Mahasiswa dan rakyat bersatu menuntut perubahan sistemik, hingga rezim yang dianggap gagal memenuhi kontrak sosial pun tumbang.

Arab Spring 2011 juga memberi pelajaran serupa. Di Tunisia, kemarahan yang berujung aksi bakar diri seorang pedagang kecil, Mohamed Bouazizi (Desember 2010), memicu solidaritas nasional. Media sosial memperluas gaung gerakan, yang kemudian menyebar ke Mesir, Libya, dan Suriah, hingga memicu pergolakan besar.

Gerakan di Pati memiliki unsur mirip: tekanan ekonomi nyata, ketidakadilan struktural, dan kemarahan yang terhubung cepat melalui teknologi. Narasi lokal bisa menginspirasi daerah lain.

Kecepatan informasi saat ini jelas melampaui kondisi 1998. Video, foto, dan testimoni warga langsung tersebar luas dan memperkuat legitimasi protes. Sensor dan buzzer pun sulit menahan arus opini publik.

Dalam situasi ini, potensi eskalasi menjadi semakin besar. Jika pemerintah pusat dan daerah mengabaikan peringatan ini, pola lama bisa saja terulang.

Rakyat yang marah akan mencari cara mengubah keadaan, dan tuntutan lokal bisa bertransformasi menjadi desakan nasional. Eskalasi bukan sekadar kemungkinan, tetapi potensi nyata. Potensi itu kini berdetak di jantung Pati—dan sejarah akan mencatat bagaimana kita semua meresponsnya.

Read Entire Article