
PENELITIAN terbaru memberikan harapan pada pengembangan penawar racun (antibisa) universal untuk gigitan ular. Sebuah masalah kesehatan global yang menewaskan hingga 138.000 orang per tahun.
Upaya ini memicu perdebatan di kalangan ilmuwan mengenai kelayakan dan kebutuhan pendekatan "universal" tersebut.
Misi Antibisa Universal
CEO perusahaan bioteknologi Centivax, Jacob Glanville, yakin antibisa universal dapat dicapai. Visinya didukung herpetologis Tim Friede, yang telah "mengimunisasi diri" dengan lebih dari 800 gigitan ular, menghasilkan antibodi ampuh terhadap berbagai racun.
Glanville menduga meskipun bisa ular adalah campuran kompleks hingga 70 toksin. Secara struktural, semua toksin adalah variasi dari sekitar 10 kelas protein yang memiliki situs pengikatan sel manusia yang serupa.
"Jika peneliti dapat menemukan antibodi yang menempel pada tempat pengikatan umum ini, 'kita dapat membuat koktail yang dapat menjadi penawar racun universal,'" kata Glanville.
Melalui kerja sama dengan National Institutes of Health, tim Glanville mengisolasi antibodi dari darah Friede dan menciptakan koktail yang diuji pada tikus. Hasilnya, campuran tiga agen, termasuk dua antibodi yang berasal dari darah Friede dan obat varespladib, memberikan perlindungan luas terhadap 19 spesies ular dari famili elapid (seperti kobra, mamba, dan krait).
Keraguan dan Pendekatan Alternatif
Meskipun Glanville optimistis, banyak ahli lain bersikap skeptis. Mereka berpendapat bahwa kompleksitas bisa ular membuat solusi one-size-fits-all hampir tidak mungkin.
Ahli bioteknologi Andreas Hougaard Laustsen-Kiel dari Universitas Teknik Denmark tidak yakin penawar universal itu mungkin, atau bahkan perlu. Ia menyamakan pendekatan ini dengan upaya yang tidak masuk akal dalam bidang farmasi:
"Anda tidak membuat obat yang terdiri dari insulin, obat Alzheimer, obat kanker, obat untuk bau mulut, lalu menjadikannya satu pil... dan berkata, hei, [jika Anda] menderita salah satu penyakit ini, ini, minum saja obat multi-obat kami," ujar Laustsen-Kiel.
Laustsen-Kiel berpendapat bahwa yang lebih dibutuhkan adalah serangkaian antibisa spesifik geografis yang dirancang untuk wilayah tertentu dan dapat diproduksi dengan murah dan cepat.
Solusi Masa Depan: Antibodi Sintetis Manusia
Tantangan lainnya adalah metode produksi antibisa saat ini masih bergantung pada teknologi berusia 125 tahun yang melibatkan hewan. Solusi yang disukai banyak ahli adalah mengembangkan antibodi monoklonal manusia (mAbs) buatan laboratorium.
Ahli genetika evolusioner Kartik Sunagar dari Institut Sains India telah sukses menunjukkan potensi mAbs. Ia dan timnya melaporkan penemuan antibodi sintetis manusia yang menetralkan beragam neurotoksin LNX secara luas, efektif melawan bisa dari kobra raja hingga mamba hitam.
Sunagar menjelaskan prinsip di balik netralisasi luas ini: "Cara kerja antibisa adalah, jika Anda menonaktifkan satu [toksin], ia akan menetralkan semuanya," katanya. Ia menambahkan "Mencapai netralisasi yang luas bukan lagi tantangan."
Tantangannya kini adalah produksi massal antibodi ini agar terjangkau di negara-negara yang menanggung beban gigitan ular, karena semakin banyak komponen dalam pengobatan antibisa, semakin mahal harganya.
Sunagar melihat solusi terbaik adalah kombinasi dua atau tiga produk antibisa yang spesifik untuk wilayah berbeda, yang akan menetralkan spektrum bisa ular yang jauh lebih luas daripada yang tersedia saat ini, alih-alih produk tunggal universal. (Live Sciences/Z-2)