Pada tahun 2026, pemerintah masih meletakkan program perumahan sebagai salah satu fokusnya. Salah satu yang disiapkan adalah subsidi atas akad kredit dan subsidi KPR yang memakan anggaran Rp 5,56 triliun.
Dikutip dari Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026 pada Minggu (17/8), anggaran tersebut terbagi ke dalam Subsidi Bunga Kredit (SBK) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM).
Subsidi atas akad kredit yang diterbitkan pada tahun-tahun sebelumnya (2015-2020) menjadi bagian dari SBK yang menelan anggaran sebesar Rp 4,40 triliun. Sementara itu untuk subsidi KPR, dokumen tersebut menyebut perumahan tetap menjadi komplemen KPR dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Subsidi tersebut diberikan sebesar Rp 4 juta per unit untuk rumah di wilayah non-Papua dan Rp 10 juta per unit untuk wilayah papua. Hal tersebut masuk ke dalam SBUM dengan alokasi Rp 1,15 triliun.
Keberadaan SBK dan SBUM ditujukan untuk membantu MBR memperoleh rumah subsidi dengan harga yang terjangkau. Selain itu, MBR yang menjadi penerima FLPP akan otomatis juga menerima SBUM. Hal ini agar sebagian atau seluruh uang muka dari MBR untuk memperoleh rumah subsidi dapat langsung dipenuhi.
Sebelumnya, secara keseluruhan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap pemerintah mengucurkan anggaran sebesar Rp 57,7 triliun untuk mendukung program 3 juta rumah tahun depan. Nantinya anggaran tersebut akan digunakan untuk mendukung 770.000 rumah dalam berbagai program.
Selain SBK dan SBUM, alokasi keseluruhan juga meliputi FLPP atau rumah subsidi sebesar Rp 33,5 triliun, dukungan terhadap blending pembiayaan bersama PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF sebesar Rp 6,6 triliun, dukungan untuk program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau renovasi rumah mandiri sebesar Rp 8,6 triliun dan KUR kontraktor UMKM.
Nantinya kontraktor UMKM diperbolehkan untuk mengakses KUR hingga Rp 20 miliar. Untuk hal ini, target kredit kontraktor mencapai Rp 130 triliun.