
PADA Senin, 6 Oktober 2025, langit akan dihiasi supermoon pertama tahun ini. Fenomena ini dikenal sebagai Bulan Panen, yakni bulan purnama pertama setelah awal musim gugur di belahan Bumi utara, yang sejak lama memiliki makna tradisional sebagai penanda berakhirnya masa panen.
Bulan mencapai fase purnama tepat pada pukul 11:47 malam EST (atau 10.47 WIB, Jakarta, pada Selasa 7 Oktober). Meski begitu, wujudnya yang bulat sempurna dan cemerlang bisa dinikmati tidak hanya saat puncaknya, tetapi juga beberapa malam sebelum dan sesudahnya.
Waktu paling ideal untuk menyaksikan Bulan Panen adalah saat senja pada Selasa (7 Oktober), ketika ia muncul dari cakrawala timur. Namun, malam sebelumnya (Minggu, 5 Oktober) juga indah untuk diperhatikan, karena bulan yang hampir penuh akan tampak berdekatan dengan Saturnus, yang sedang berada pada jarak terdekatnya dengan Bumi.
Menurut Almanac, Bulan Panen merupakan nama yang diberikan untuk bulan purnama yang letaknya paling dekat dengan titik equinox September, yang tahun ini jatuh pada 22 September. Nama tersebut lahir dari tradisi pertanian, di mana cahaya terang bulan purnama membantu petani bekerja hingga larut malam selama musim panen. Walaupun biasanya muncul pada September, dalam siklus tahun 2025, Bulan Panen jatuh pada Oktober.
Untuk mendapatkan pemandangan paling memukau pada Selasa malam, pilihlah lokasi yang tinggi dan memiliki pandangan bebas ke arah timur. Warna keemasan-oranye bulan akan tampak paling menonjol sekitar 15–20 menit setelah ia terbit.
Cukup dengan mata telanjang, keindahannya sudah bisa dinikmati. Namun, menggunakan teropong bintang akan menambah detail yang lebih beragam, seperti kawah bulan serta hamparan dataran gelap (mare).
Supermoon
Keistimewaan Bulan Panen kali ini adalah statusnya sebagai supermoon. Bulan berada lebih dekat dari rata-rata, sekitar 224.599 mil (361.457 km) dari Bumi, 10% lebih dekat dibanding jarak normalnya (238.855 mil atau 384.400 km, menurut NASA).
Karena orbit bulan berbentuk elips, ada saat di mana bulan berada di titik terdekat (perigee) dan terjauh (apogee). Supermoon terjadi ketika bulan purnama bertepatan dengan posisi perigee. Pada Oktober ini, perigee dicapai 1,3 hari setelah fase purnama, sehingga ukuran bulan terlihat paling besar pada malam Rabu, 8 Oktober.
Hujan Meteor Draconid
Fenomena ini juga berbarengan dengan hujan meteor tahunan Draconid, yang diperkirakan menghasilkan hingga 10 meteor per jam. Namun, sinar terang supermoon kemungkinan akan mengurangi visibilitas meteor tersebut.
Oktober 2025 akan semakin menarik dengan munculnya dua komet, yaitu Lemmon (C/2025 A6) dan SWAN R2 (C/2025 R2), yang mencapai titik terdekat dengan Bumi pada bulan yang sama. Puncak hujan meteor Orionid juga akan berlangsung pada malam 21–22 Oktober, tepat saat bulan baru sehingga langit akan lebih gelap dan mendukung pengamatan.
Setelah Bulan Panen, fase purnama berikutnya adalah Bulan Berang-berang, fenomena ini diperkirakan akan jatuh pada 5 November. Uniknya, purnama tersewbut akan menjadi supermoon terbesar sejak 2019. (Live Science/Z-2)