Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan alasan investasi ilegal masih marak saat ini, salah satunya karena tingkat pemahaman masyarakat yang masih kurang.
"Tingkat pemahaman masyarakat masih kurang. Tapi dari sisi penggunaan produk keuangan tinggi. Karena perilaku kita itu sebenarnya malas baca," kata Kepala Divisi Layanan Manajemen Strategis dan Koordinasi Regional, Kantor OJK Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodebek), Andes Novytasary di Jakarta, Kamis.
Dia pada diskusi bertema "Investasi Ilegal: Ancaman Nyata Bagi Aset dan Masa Depan" merujuk Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 menyampaikan indeks inklusi keuangan mencapai 80,51 persen, sementara indeks literasi keuangan mencapai 66,46 persen.
Selain soal literasi, Andes mengatakan, sebagian masyarakat di Indonesia cenderung tak sabar dan ingin langsung praktik tanpa belajar teori terlebih dulu.
"Karena mau langsung mempraktikkan, jadi langsung menggunakan produk keuangan tanpa paham produknya," kata dia.
Baca juga: 83 persen korban penipuan baru lapor setelah 12 jam
Baca juga: Payment ID bisa deteksi transaksi keuangan yang mengarah ke judol
Selain itu, masyarakat juga cenderung lebih sering mendengar dan mengikuti tren di media sosial tanpa mempelajari atau mengenali kondisi keuangan sendiri termasuk profil risiko.
Sementara promosi investasi cukup gencar di media sosial. "Jadi karena kurang suka membaca di awalnya, kemudian ingin praktis, ditambah dengan promosi di media sosial, ada perilaku yang ingin cepat kaya," kata Andes.
Penyebab lainnya investasi ilegal masih marak, yakni digitalisasi yang memudahkan membuat laman (website) atau aplikasi baru untuk menipu. Andes mengatakan aparat penegak hukum bersaing dengan teknologi.
"Satu aplikasi atau satu web terindikasi melanggar kemudian terkena penindakan. Pada saat kami melakukan penindakan, dengan mudahnya membuat aplikasi ataupun web yang baru lagi," katanya.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.