Jakarta (ANTARA) - OIC Youth Indonesia (Pemuda Organisasi Kerja Sama Islam Indonesia) menyampaikan seruan kepada masyarakat internasional untuk bersama-sama mengakhiri semua bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di wilayah Jammu dan Kashmir yang dikuasai India.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Presiden OIC Youth Indonesia, Astrid Nadya Rizqita, dalam acara peringatan “Youm-e-Istehsal” yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Pakistan di Jakarta pada Selasa, yang menandai enam tahun sejak pemerintah India mencabut status otonomi khusus Jammu dan Kashmir pada 5 Agustus 2019.
“Mengakhiri segala bentuk pelanggaran hak asasi manusia di wilayah tersebut dan memastikan akuntabilitas atas semua pelanggaran,” kata Astrid.
Astrid menuturkan, sebagai organisasi payung bagi organisasi-organisasi pemuda Muslim di Indonesia, memikul tanggung jawab moral, konstitusional, dan kebijakan luar negeri berdasarkan pada politik luar negeri Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 serta Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Berdasarkan landasan-landasan tersebut, OIC Youth Indonesia tidak dapat berdiam diri, tidak dapat membisu menyaksikan persoalan yang berlarut-larut ini — konflik, perampasan hak, dan pengikisan hak-hak dasar manusia, di mana pun itu terjadi, khususnya di Kashmir,” ucap Astrid.
Menyangkut isu Indian Illegally Occupied Jammu and Kashmir (IIOJK/Jammu dan Kashmir yang Diduduki Secara Ilegal oleh India), Astrid menyerukan komunitas internasional untuk menegakkan resolusi-resolusi PBB dan resolusi-resolusi OKI, serta menghormati janji lama dan hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Jammu dan Kashmir.
Organisasi tersebut juga meminta adanya dialog inklusif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, terutama suara-suara asli dari masyarakat sipil Kashmir dan para pemuda.
Serta, upaya dunia mendidik warga — terutama pemuda, pelajar, dan masyarakat Indonesia — bahwa isu Kashmir bukan hanya persoalan geopolitik, tetapi sebuah kisah kemanusiaan yang dalam.
“Kami meyakini masa depan Kashmir tidak boleh ditentukan oleh mereka yang membungkam rakyatnya. Masa depan harus dibentuk oleh rakyat Kashmir sendiri, terutama para pemudanya. Kita semua harus bergandengan tangan demi dunia di mana suara mereka didengar, hak-hak mereka dilindungi, dan masa depan mereka terjamin,” kata Astrid.
India dan Pakistan berbagi perbatasan sepanjang 3.323 kilometer yang sebagian merupakan perbatasan internasional. Ada juga garis kendali di Jammu dan Kashmir, serta Garis Posisi Tanah Aktual di wilayah sengketa Gletser Siachen.
Konflik antara Pakistan dan India mengenai penguasaan wilayah Jammu dan Kashmir telah berlangsung sejak 1947. Namun, ketegangan sempat meningkat pada akhir April lalu.
Tentara India mengatakan bahwa angkatan bersenjata Pakistan telah melepaskan tembakan tanpa provokasi di sepanjang garis kendali (LoC) dan perbatasan internasional di wilayah perbatasan Jammu dan Kashmir.
Baca juga: Pakistan nilai RI dapat berperan sebagai negosiator damai
Baca juga: Kashmir memanas, Pakistan peringatkan India soal eskalasi
Baca juga: Krisis Kashmir, Pakistan siap terima warganya yang kembali dari India
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.