Jakarta, CNBC Indonesia - Pengadilan Federal Australia menjatuhkan denda sebesar A$90 juta (sekitar lebih dari Rp900 miliar) kepada maskapai Qantas, usai terbukti melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ilegal terhadap 1.700 pekerja darat di masa pandemi Covid-19. Hakim Michael Lee menegaskan denda ini ditujukan sebagai efek jera.
"Saya ingin keputusan ini menjadi pencegahan nyata bagi perusahaan lain agar tidak mengulangi praktik serupa," ujarnya dalam putusan, dikutip BBC pada Senin (18/8/2025).
Serikat Pekerja Transportasi Australia menyambut baik putusan tersebut.
"Ini adalah denda terbesar yang pernah dijatuhkan pada sebuah perusahaan di Australia," tulisnya dalam pernyataan resmi.
Foto: Qantas (REUTERS/Loren Elliott)
FILE PHOTO: Qantas planes are seen at Kingsford Smith International Airport in Sydney, Australia, March 18, 2020. REUTERS/Loren Elliott/File Photo
"Putusan ini menandai berakhirnya pertarungan lima tahun bak David melawan Goliath, dan menjadi momen keadilan bagi para pekerja setia Qantas," ucap perwakilan serikat.
Dari total denda, sebanyak A$50 juta akan dibayarkan langsung kepada serikat pekerja yang menggugat maskapai tersebut. Hukuman ini juga melengkapi kompensasi A$120 juta yang sudah disepakati Qantas untuk pekerja terdampak pada 2024, setelah maskapai kalah dalam beberapa kali banding.
Qantas sebelumnya berdalih langkah outsourcing pada 2020 adalah keputusan bisnis yang diperlukan untuk menekan biaya, seiring anjloknya industri penerbangan akibat pandemi. Namun, pengadilan menyatakan PHK massal tersebut tidak sah secara hukum.
(tfa/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Pengusaha Ngaku Lebih Takutkan Petaka Efek Perang Dagang AS-China Ini