Jakarta, CNBC Indonesia - Serangan udara Israel yang menghantam sebuah gedung perumahan di Doha, Selasa (9/9/2025), tidak hanya mengguncang Qatar, tetapi juga menyoroti keterlibatan Amerika Serikat di kawasan Teluk.
Insiden ini menewaskan lima anggota Hamas serta seorang petugas keamanan Qatar, dan memunculkan kekhawatiran baru tentang bagaimana konflik Gaza dapat menyeret sekutu-sekutu Washington lebih dalam ke pusaran perang.
Qatar, negara kecil yang menjadi tuan rumah pangkalan militer terbesar AS di kawasan, Al Udeid, selama ini dianggap sebagai salah satu sekutu paling setia Washington. Kehadiran ribuan tentara Amerika di fasilitas itu menjadi simbol jaminan keamanan yang dijanjikan AS kepada mitra Teluk.
Namun, serangan Israel ke jantung ibu kota Qatar memunculkan pertanyaan mendasar: sejauh mana perlindungan itu nyata, dan apakah AS mampu mencegah sekutunya sendiri melakukan serangan di wilayah mitra strategisnya.
Risiko Besar Qatar
Hanya beberapa bulan lalu, Presiden Donald Trump berkunjung ke Doha dengan sambutan karpet merah, meneken kesepakatan bernilai miliaran dolar, dan memuji keberanian Qatar yang berperan sebagai mediator dalam perang Gaza.
Doha pun dinilai mengambil risiko besar untuk kepentingan Washington, termasuk ketika Iran meluncurkan serangan ke Al Udeid pada Juni lalu sebagai balasan atas serangan AS ke instalasi nuklirnya.
Saat itu, Qatar menerima pukulan politik meski hanya bisa mengecam keras Teheran. Namun kali ini, serangan Israel yang terjadi di ibu kota Qatar menimbulkan luka lebih dalam, karena menyentuh langsung wilayah dan kedaulatan negara sekutu AS tersebut.
"Netanyahu telah membunuh semua harapan. Ia harus dibawa ke pengadilan karena telah melanggar setiap hukum internasional," tegas Perdana Menteri Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani dalam wawancara dengan CNN, dikutip Jumat (12/9/2025).
Ia menyebut serangan Israel sebagai "teror negara" yang merusak peluang perdamaian dan membahayakan proses pembebasan sandera.
Efek Domino bagi Negara Teluk
Pengamat menilai, dampak serangan Israel terhadap Doha akan meluas ke negara-negara Teluk lain yang juga bergantung pada perlindungan Washington.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Qatar sendiri sebelumnya telah berkomitmen menggelontorkan investasi senilai US$3 triliun dalam kesepakatan strategis dengan AS saat kunjungan Trump pada Mei lalu.
Namun, bagi banyak pihak di kawasan, janji perlindungan dari Washington kini tampak rapuh.
"Negara-negara itu pasti bertanya-tanya apa yang bisa mereka lakukan untuk mencegah serangan di masa depan, dan arsitektur keamanan macam apa yang harus mereka bangun selain bergantung pada mitra yang bahkan tak mampu melindungi mereka dari sekutunya sendiri," kata HA Hellyer, peneliti di Carnegie Endowment for International Peace.
Serangan di Doha juga menimbulkan dilema besar bagi Qatar sebagai mediator utama konflik Gaza. Walau belum menutup pintu sepenuhnya, negosiasi gencatan senjata dan pertukaran sandera kini berada di titik kritis.
"Ini risiko yang tidak banyak negara di kawasan bersedia tanggung hanya demi memainkan peran mediator," jelas Hasan Alhasan, Senior Fellow bidang Timur Tengah di International Institute for Strategic Studies.
Selain Qatar, Mesir, Oman, UEA, dan Arab Saudi juga tengah memposisikan diri sebagai penengah dalam berbagai konflik regional maupun global. Namun, insiden terbaru memperkuat keyakinan banyak pihak di kawasan bahwa Israel memang berniat menggagalkan setiap upaya perdamaian.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Israel Buka 'Gerbang Neraka' di Gaza, Rumah Sakit Kolaps