Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara perihal banyaknya kilang minyak di dunia yang diproyeksikan akan berhenti beroperasi dalam beberapa tahun mendatang.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menjelaskan masifnya adopsi kendaraan listrik di dunia kemungkinan besar menjadi salah satu penyebab bisnis kilang perusahaan global banyak yang tutup. Salah satunya seperti yang terjadi di China, dimana penggunaan kendaraan listrik di negara tersebut sangat masif.
"Jadi kan seperti di China, itu kan mereka populasi kendaraan listrik, itu ya termasuk kendaraan pribadi, angkutan umum, sampai dengan angkutan berat, juga shipping, itu kan mereka sudah menggunakan baterai," kata Yuliot ditemui di gedung Kementerian ESDM, Jumat (12/9/2025).
Meski demikian, kondisi tersebut kemungkinan tidak akan berdampak pada unit bisnis kilang di dalam negeri. Pasalnya, kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia saat ini mencapai sekitar 1,5 juta barel per hari dan sebagian dipenuhi dari impor.
"Jadi kalau ini perkiraan kita, untuk kebutuhan BBM itu satu hari, itu kan masih sekitar 1,5 juta ini barel per hari. Ini kan ada yang diolah di dalam kilang dalam negeri, ada yang berasal dari impor," kata Yuliot.
Menurut Yuliot, pemerintah terus memantau kinerja kilang minyak dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional. Adapun, apabila produksi kilang dalam negeri tidak mencukupi maka pemenuhan melalui impor menjadi pilihan.
"Kalau tidak tercukupi dari kilang dalam negeri, berarti kita harus melakukan impor dari luar negeri. Tapi ini dalam rangka trade balance, ya kita juga harus mengulangi komitmen kita," katanya.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memproyeksikan terdapat 17 kilang minyak di dunia yang akan berhenti beroperasi menjelang tahun 2030. Hal tersebut menyusul melemahnya harga minyak mentah dunia karena kondisi over supply dalam beberapa waktu terakhir ini.
Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza menjelaskan bahwa penurunan harga minyak saat ini tidak hanya menekan bisnis di sektor hulu, melainkan juga berdampak pada sektor pengolahan minyak global.
Menurutnya, melemahnya harga minyak mentah dunia telah berdampak pada profitabilitas sejumlah raksasa global seperti BP, Total Energies, dan Chevron.
"Di midstream ini juga mengalami tantangan yang cukup signifikan. Kita bisa melihat beberapa perusahaan besar itu mengalami impairment dan juga mengalami kendala dalam mendapatkan profitabilitas," kata Oki dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (11/9/2025).
Oki membeberkan bahwa kondisi oversupply sejatinya tidak hanya terjadi pada minyak mentah, namun juga pada produk kilang. Kondisi itu lantas membuat selisih antara harga minyak mentah dan harga produk olahan menjadi rendah.
"Dengan ini, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Pertamina dan perusahaan energi lainnya, baik itu National Oil Company maupun International Oil Company. Ada banyak kilang dunia yang ditutup di Eropa, di Amerika, di Australia, dan diperkirakan ada 17 kilang yang akan tutup menjelang tahun 2030," kata Oki.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perbanyak Kilang Minyak, RI Bakal Manfaatkan Tekonologi Modular