KONFERENSI Internasional Pengetahuan dari Perempuan ke-4 bertajuk “Inovasi yang Inklusif untuk Pencegahan, Penanganan dan Pemulihan Korban Kekerasan berbasis Gender terhadap Perempuan” memaparkan sepanjang 26 tahun berproses pasca reformasi bergulir, ada banyak perubahan dan kemajuan yang telah dihasilkan dari upaya memperjuangkan penghapusan segala bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2023 menunjukkan Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan dan kompleksitas kekerasan terhadap perempuan yang tumbuh secara eksponensial.
“Sekurangnya ada 409.975 kasus kekerasan terhadap perempuan, sebanyak 4.374 kasus dilaporkan langsung kepada Komnas Perempuan dimana 3.303 diantaranya adalah kasus kekerasan berbasis gender. Kekerasan di dalam rumah tangga masih mayoritas yang dilaporkan,” tulis Komnas Perempuan dalam keterangannya tentang Rekomendasi Hasil Konferensi Pengetahuan dari Perempuan IV pada Jum’at (21/9).
Baca juga : Kuatkan Akar Gerakan, Komunitas Ibu Profesional Gelar Konferensi Perempuan Indonesia
Sementara dalam aspek penanganan, kasus kekerasan seksual termasuk yang terjadi di ruang digital, masih menghadapi kendala meski telah ada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), utamanya dalam menemukenali unsur pidana dan dukungan pemulihan bagi korban.
“Refleksi upaya intervensi dari setiap elemen diharapkan menjadi pemantik inovasi yang berkelanjutan. Kolaborasi dan sinergi adalah efek domino baik yang diharapkan pasca konferensi ini. Hal ini karena titik temu ini merupakan vaksin perjuangan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang menjadi penebal kekuatan dukungan di setiap elemen masyarakat,” jelasnya.
Buah percakapan dari Konferensi PdP IV telah mengidentifikasi perkembangan inovasi dalam aspek pencegahan, penanganan dan pemulihan korban. Inovasi dilakukan di ruang-ruang di mana kekerasan dapat diidentifikasikan, seperti di lembaga pendidikan baik di pesantren maupun perguruan tinggi, di ruang keluarga, praktik budaya, dan juga ruang digital.
Baca juga : Pengusaha Indonesia Pelajari Strategi Bertahan Hadapi Ketidakpastian Bisnis
“Dalam aspek pencegahan, inovasi paling banyak ditemukan dalam bentuk penciptaan alat dan ruang memperkenalkan pengetahuan kritis dari pengalaman perempuan korban baik atas peristiwa kekerasan maupun kesulitan mengakses hak-haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan,” katanya.
“Refleksi pada aspek inovasi pencegahan menegaskan bahwa efektivitas pencegahan bertaut erat dengan upaya penanganan kasus dan pemulihan korban,” lanjutnya.
Pada aspek penanganan kasus, inovasi teridentifikasi dalam mendekatkan korban pada layanan yang dibutuhkannya melalui organisasi maupun respons komunitas, pelibatan tokoh dan penggunaan media sosial.
Baca juga : Perempuan, Bersatulah dalam Satu Platform Tangani Kekerasan Berbasis Gender
“Pada aspek ini, tantangan-tantangan struktural dan kultural yang telah mengakar masih menjadi hambatan terbesar yang membutuhkan terobosan,” ujarnya.
Sementara pada aspek pemulihan, inovasi yang diperbincangkan termasuk pengembangan platform pengaduan, termasuk penyediaan kanal pengaduan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang ramah disabilitas, pendampingan psikologis, penguatan kapasitas korban, afirmasi memastikan pelibatan korban dalam pengambilan keputusan, dan memanfaatkan ruang budaya yang memungkinkan korban saling menguatkan.
Gagasan inovasi dan pembelajarannya juga dipertajam dengan mendialogkan unsur-unsur penguatan partisipasi inklusif dan ukuran efektivitas, serta memantik gagasan ke depan dalam sejumlah rekomendasi.
Baca juga : Perampokan Taksi Online, Pelaku Sengaja Cari Korban Perempuan
“Inovasi Pencegahan perlu dilanjutkan dengan menguatkan upaya mengembangkan pengetahuan berbentuk kajian, pemantauan dan dokumentasi, metode pemikiran kritis dan alat edukasinya, ruang pendampingan komunitas dan kerja kolaborasi lintas pihak,” jelasnya.
Dalam hal penanganan kekerasan, inovasi lebih lanjut diharapkan akan hadir dalam bentuk peraturan spesifik yang memberikan perhatian pada pemenuhan hak perempuan korban menjadi pemantik ragam inovasi penanganan kekerasan.
“Serta pelibatan semua pemangku tanggung jawab untuk penanganan secara efektif dan komprehensif, ragam platform berbasis teknologi juga menjadi peluang dalam memperkuat upaya penanganan kasus kekerasan berbasis gender, dan mendorong penegakan hukum, termasuk dalam hal pemberian sanksi administrasi dan memutus impunitas korban melalui hukum pidana,” tuturnya.
Selain itu, untuk penguatan upaya pemulihan korban, inovasi diharapkan akan hadir dalam beberapa hal seperti strategi mengalirkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) ke dalam dana bantuan korban (victim trust fund) yang dapat mengakomodir kebutuhan restitusi dan pemulihan bagi korban.
“Ada pula pemanfaatan hak untuk dilupakan dalam UU TPKS, c) hukum adat yang kondusif bagi korban sebagai landas living law yang diatur dalam KUHP, kode etik dalam penyelenggaraan profesi, penata ulangan perencanaan pembangunan dengan mitigasi bencana berbasis gender dan penggunaan teknologi guna pemulihan korban dan mencegah keberulangan dan rehabilitasi pelaku yang memungkinkan nalar kritis pada maskulinitas menjadi ruang yang juga dapat dieksplorasi lebih lanjut.”
Lebih rinci, rekomendasi yang diajukan pada masing-masing pemangku tanggung jawab, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pihak legislatif, aparat penegak hukum, lembaga independen, universitas dan civitas akademika, praktisi, media massa, dan sektor privat akan menjadi tindak lanjut dari Konferensi ini. Secara khusus, rekomendasi-rekomendasi ini akan menjadi pertimbangan dalam penajaman rencana kerja Komnas Perempuan 2025-2029.
Konferensi Internasional Pengetahuan dari Perempuan ke-4 menghadirkan afirmasi panelis yang merepresentasikan 17 wilayah meliputi bagian Indonesia barat, tengah, dan timur. Lebih 450 orang berpartisipasi langsung di lokasi dalam rangkaian seminar, diskusi panel, penyampaian gagasan melalui open mic, dan ruang kolaborasi melalui lokakarya.