Liputan6.com, Jakarta Patah hati karena putus cinta bagi sebagian orang tidak hanya membuat perasaan hancur, tetapi juga memengaruhi cara kerja otak dan tubuh. Rasa kehilangan yang muncul setelah putus cinta ini dapat memicu reaksi yang serupa dengan rasa sakit fisik.
Itulah sebabnya, kenapa orang yang baru putus cinta sering merasa lemas, sulit fokus, dan emosinya naik turun. Ternyata, hal ini terjadi karena zat kimia di otak yang mengatur emosi menjadi tidak seimbang seperti disampaikan neurosaintis (ilmuwan yang mendalami ilmu saraf) Nicole Vignola.
Patah hati yang 'diteriakan' oleh lagu-lagu galau sering dianggap berlebihan, padahal perasaan seperti itu memang didukung oleh sains.
Dalam sebuah artikel di Women’s Health, Vignola mengungkapkan bahwa secara neurologis, putus cinta memicu rollercoaster emosi yang intens. Kondisi ini membuat seseorang merasa tenggelam dalam kesedihan merasa putus asa dan ingin balikan. Kemudian, merasa mati rasa, dan tanpa sadar menggulir pesan lama mencari bukti dengan perasaan marah.
"Tindakan di luar kebiasaan ini menandakan neurokimia di otak sedang kacau, itu adalah inti dari patah hati," kata Vignola.
Hormon Dopamin Meningkat Saat Putus Cinta
Vignola menerangkan saat seseorang berada dalam hubungan yang stabil, otak menjaga keseimbangan antara hormon dopamin dan serotonin.
Dopamin bereran untuk menumbuhkan rasa semangat, antisipasi, dan motivasi, sedangkan serotonin menjaga kestabilan suasana hati, mengurangi kecemasan, dan memberi rasa aman secara emosional.
Namun, kedua hormon ini memiliki hubungan terbalik di sistem otak tertentu. Ketika hormon dopamin meningkat, serotonin cenderung menurun, hal ini terjadi akrena keduanya memanfaatkan sumber daya biokimia yang sama untuk terbentuk.
Walaupun dopamin diidentikan dengan hormon bahagia, pada situasi putus cinta tubuh bisa melepaskannya secara tiba-tiba. Sebuah reaksi yang terkesan bertolak belakang.
Hal ini terjadi karena otak menganggap kehilangan sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup. Inilah sebabnya ketika putus cinta muncul berbagai kuat dorongan berikut:
- Mengintip media sosial mantan pasangan
- Membaca ulang pesan lama
- Menganalisis secara berlebihan interaksi terakhir.
Cara Mengatur Kembali Otak Setelah Putus Cinta
Putus cinta rasanya memang tidak nyaman, maka dari itu agar suasana hati bisa kembali normal berikut saran Vignola:
1. Berhenti 'Memberi Makan' Dopamin
Menghindari aktivitas yang memicu pelepasan dopamin, seperti memeriksa media sosial mantan pasangan atau “tanpa sengaja” menelpon mereka. Ini terjadi karena otak sedang mencari “target” untuk memperkuat kecanduan.
Hal ini bisa diatasi melalui detoks dopamin, yaitu dengan memblokir, membisukan, atau menghapus profil mereka, dan mengalihkan ke aktivitas lainnya, seperti jalan-jalan, hobi, atau olahraga.
2. Meningkatkan Serotonin Secara Alami
Ketika putus cinta, kadar dopamin bisa melonjak saat mencari kepuasan sesaat, sementara serotonin justru menurun. Kondisi ini kerap mengguncang rasa percaya diri.
Aktivitas menyenangkan sekecil menyelesaikan buku atau mencapai target dalam olahraga dapat membantu memulihkan sekaligus meningkatkan serotonin.
Selain itu, paparan sinar matahari, aktivitas fisik, dan mengonsumsi makanan kaya triptofan seperti kalkun, telur, dan kacang-kacangan, bisa membantu menstabilkan suasana hati.
3. Mengatur Sistem Saraf
Pikiran yang kacau dapat ditenangkan dengan mengalihkannya pada aktivitas-aktivitas yang menyenangkan. Misalnya, menulis jurnal bisa membantu mengaktifkan korteks prefontal untuk memutus siklus pikira obsesif.
Latihan bernapas dalam meditasi dapat menurunkan hiperaktivitas amigdala (bagian dari otak), mengurangi stres dan gejolak emosi.
4. Tipu Otak Agar Aman Kembali
Untuk meredakan gejala “sakau” emosional akibat putus cinta, meningkatkan hormon oksitosin atau hormon cinta bisa membantu.
Hormon oksitosin dapat ditingkatkan lewat sentuhan fisik, seperti pelukan, pijatan, atau membelai hewan peliharaan. Memulai hubungan sosial baru juga dapat membentuk ikatan segar dan mengatur ulang keterikatan.