MEMILIKI keragaman etnis yang meninggalkan jejak budaya, membuat Bangsa Indonesia kaya akan keanekaragaman budaya, mulai dari seni visual hingga teks tertulis, dari warisan yang berwujud. Hingga yang tidak berwujud. Pemerintah Indonesia juga menghargai pentingnya museum, yang dibuktikan dengan keberadaan 450 museum di seluruh Nusantara.
Namun, tidak semua museum memiliki dana yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat umum, sehingga tugas museum-museum
tersebut direduksi menjadi penyimpanan benda-benda kuno saja.
Kemudian, ada jarak yang sangat jauh di Indonesia, yang membuat guru dan siswa, tidak mungkin mengunjungi sebagian besar museum secara fisik.
Baca juga : Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Karya Peter Rhian Gunawan, Cek Jadwal Workhsop-nya
Selama pandemi Covid-19, inovasi di bidang layanan museum dan galeri seni didorong untuk membuka tur virtual, sehingga masyarakat tetap dapat mengakses informasi dari museum atau galeri seni dari rumah mereka.
Teknologi ini telah berkembang pesat selama tiga tahun terakhir dan kini populer dengan istilah 'Metaverse', yang telah diadopsi oleh para pelaku bisnis.
Namun hingga saat ini dari semua museum yang ada, hanya Museum Nasional Indonesia yang menampilkan objek 3D, yang dapat dilihat dari semua sisi.
Baca juga : Menanti Wajah Baru Museum Nasional Pascakebakaran
Atas dasar inilah Grey Art Gallery berkolaborasi dengan Redmiller Blood, DKV Itenas untuk melakukan diskusi online terkait Museum Maya Indonesia (Mumain) pada Selasa (30/7).
Dalam dikusi online tersebut, Dosen Program Studi (Prodi) DKV Itenas Bandung yang juga sebagai Founder Mumain Dr. Phill Eka Noviana, mengatakan kekayaan budaya Indonesia, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, perlu diangkat ke permukaan tanpa kendala jarak dan waktu.
"Untuk itulah kami memprakarsai proyek penelitian museum Indonesia di Metaverse, dengan nama "Museum Maya Indonesia" (Mumain)," jelas Eka.
Baca juga : Museum Nasional bakal Dilengkapi Sistem Mitigasi Kebakaran yang Canggih
Menurut Eka, pihaknya memprakarsai proyek penelitian museum Indonesia di Metaverse, dengan nama Mumain telah berjalan selama Selama 2 tahun
terakhir. Dengan telah melakukan penelitian ilmiah dan teknis, serta berhasil membuat prototipe 5 ruang pamer, yang berkaitan dengan Gunung
Padang, permainan anak-anak tradisional, musik Tarawangsa, Prambanan, kapal yang terkenal dengan relief Borobudur, dan Candi Borobudur itu
sendiri.
"Selain nilai edukasi, budaya, dan wisata. Proyek ini juga menawarkan kesempatan kerja bagi para desainer berbakat dan calon Kurator, untuk bersentuhan dengan teknologi multimedia terbaru dan mendapatkan pengalaman praktis pertama mereka," lanjutnya.
Sebagai informasi tambahan proyek Mumain ini diprakarsai oleh Yayasan Sarasvati Maya Nala dengan didasarkan pada proyek penelitian bersama
antara Institut Komunikasi Visual di HBK (Braunschweig University of Art) yang diwakili Prof. Eku Wand dan Prof. Ulrich Plank dengan DKV Itenas yang diwakili oleh Dr. Phill. Eka Noviana serta Prof Titus Leber dari Wina, yang juga anggota Parlemen Kebudayaan Eropa. (H-2)