Ini Akibat Ketika Ngomongin Kesehatan Reproduksi dan Organ Vital Dianggap Pornografi

Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Obstetrik dan Ginekologi Indonesia (POGI) masih menemukan banyak kesalahpahaman di masyarakat, terutama soal edukasi kesehatan reproduksi. Ketua Umum POGI, Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, Sp.OG(K), MPH, FRANZCOG (Hons), mengatakan, tidak sedikit yang masih menganggap pembicaraan seputar organ reproduksi adalah hal yang tidak pantas dan tabu.

"Banyak orang merasa berbicara tentang alat reproduksi, hubungan seksual, menstruasi, itu hal-hal yang tabu," ujarnya kepada Health Liputan6.com di acara 'Kolaborasi SPRIN – POGI dan Mitra Lintas Sektor melalui Penandatanganan MoU demi Masa Depan Kesehatan Perempuan' pada Rabu, 26 November 2025.

Karena dianggap tabu, edukasi untuk anak-anak dan remaja pun sering tidak diberikan secara tepat. Padahal, penyampaian materi edukasi harus disesuaikan dengan usia dan latar belakang.

"Nah, ini saya kira hal-hal yang tabu ini perlu kita edukasi, ya. Dan, itu kita melakukan edukasi sesuai dengan target audiensi, siapa yang mengedukasi anak SMP itu beda dengan SMA," katanya.

"Apalagi dengan mahasiswa ya, modul-modulnya mesti disesuaikan. Begitu pula adat istiadat, budaya, agama, itu harus kita perhatikan," tambahnya.

Minimnya edukasi tidak hanya membuat remaja tidak memahami tubuhnya. Kondisi ini juga memengaruhi keputusan besar dalam hidup, termasuk soal hubungan seksual dan pernikahan. Budi menegaskan bahwa kehamilan remaja adalah salah satu faktor risiko tinggi dalam kesehatan ibu.

"Kehamilan remaja itu salah satu faktor yang meningkatkan kesakitan. Kesakitan pada ibu hamil, komplikasi, ibunya darah tinggi, kejang, kemudian nanti bisa meninggal setelah meninggal," katanya.

Menurut Budi, angka kehamilan remaja masih sekitar 10 persen dan risiko terjadinya komplikasi cukup tinggi.

"Antara lain penyebab darah tinggi dalam kehamilan, penyebab pertumbuhan bayi yang terhambat, stunting. Itu salah satu kehamilan pada remaja, termasuk pendarahan," ujarnya.

Kurangnya edukasi juga berdampak pada pemahaman penyakit seperti kanker serviks. Budi menjelaskan bahwa hubungan seksual pada usia muda dan aktif secara seksual membuat remaja lebih rentan terpapar virus HPV (Human papillomavirus).

"Sepanjang dia masih aktif secara seksual, masih sangat mungkin terjadi transmisi virus HPV yang bisa menyebabkan kanker serviks," katanya. 

Menurut Budi, kanker serviks sebenarnya bisa dicegah. "Dicegahnya dengan gaya hidup yang sehat, kemudian tidak melakukan hubungan seksual bebas, ada skrining dengan DNA HPV dan juga dilindungi dengan vaksinasi," pungkasnya.

POGI, melalui program Selamatkan PeRempuan Indonesia (SPRIN), ingin menyadarkan masyarakat akan pentingnya skrining, vaksinasi, dan hidup sehat. Gerakan ini dibentuk untuk memperkuat edukasi lintas tahap kehidupan, mulai dari remaja hingga perempuan dewasa.