KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI mengecam pendekatan kekerasan yang dilakukan prajurit Satuan Tugas Komando Operasi Harus Berhasil Maksimal (Satgas Koops Habema) di Kampung Soanggama, Distrik Homeyo, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, pada Rabu, 15 Oktober lalu.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan pemerintah harus segera menghentikan segala bentuk kekerasan, termasuk mengkaji ulang strategi penanganan konflik di Papua guna meredam intensitas kekerasan dan mengantisipasi peristiwa serupa tak terjadi di kemudian hari.
"Penggunaan kekerasan tidak dapat dibenarkan. Untuk itu, Komnas HAM meminta semua pihak menahan diri dalam mencegah eskalasi konflik di Papua," kata Anis dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 18 Oktober 2025.
Selain menyampaikan duka cita mendalam terhadap keluarga korban, Komnas HAM juga mendesak pemerintah untuk segera melakukan langkah-langkah pemulihan, termasuk meminta aparat untuk melakukan penegakan hukum dan penanganan keamanan secara imparsial, transparan, dan akuntabel.
"Komnas HAM mengajak semua pihak untuk mengedepankan dialog, tidak terprovokasi untuk mendorong kondusifitas pelaksanaan HAM di Papua," ujar Anis.
Sebelumnya, Satgas Koops Habema melakukan operasi penyerangan di Kampung Soanggama. Komandan Satgas Media Koops Habema, Letnan Kolonel Iwan Dwi Prihartono, mengatakan operasi dilakukan dalam rangka membebaskan warga Soanggama dari cengkeraman OPM yang menjadikan wilayah tersebut sebagai pos persembunyian.
"Dilakukan tindakan tegas dan terukur kepada 14 anggota OPM untuk menegakkan keamanan serta melindungi masyarakat dari aksi teror dan kejahatan," kata Iwan dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 16 Oktober 2025.
Dia menuturkan, dalam pemantauan yang dilakukan Satgas Koops Habema sehari sebelum penyerangan, ditemukan adanya 30 milisi TPNPB yang menguasai Kampung Soanggama. Pergerakan prajurit, kata dia, dilakukan atas adanya informasi masyarakat.
Setelah dilakukan pemantauan, dia melanjutkan, prajurit bergerak sekitar pukul 05.30 waktu setempat untuk melakukan evakuasi pembebasan warga. Namun, aksi tersebut diketahui milisi TPNPB yang langsung melontarkan tembakan.
"Tindakan tegas dan terukur dilakukan terpaksa sesuai prosedur pertempuran," ujar Iwan.
Pada pukul 12.00 waktu setempat, kata dia, situasi di Soanggama dinyatakan telah kondusif dan sejumlah warga segera dilakukan evakuasi ke tempat yang dianggap aman.
Dalam penyisiran, dia mengatakan, terdapat jasad 14 milisi TPNPB yang terdiri dari unsur pimpinan dan pelaku penembakan aparat. Sementara belasan lainnya melarikan diri.
Dari beberapa nama yang tewas, dia menyebut, di antaranya adalah Agus Kogoya, Kepala Staf Operasi Kodap VIII/Intan Jaya; Ipe Kogoya, adik kandung Pangkodap VIII/Intan Jaya; dan Zakaria Kogoya, pelaku penembakan prajurit TNI di Mamba Bawah dan Gamagai.
"Dari hasil penindakan, dilakukan penyitaan barang bukti seperti senjata api, senjata tajam dan lainnnya, serta dikuasainya markas besar Kodap VIII/Intan Jaya," kata Iwan.
Dihubungi terpisah, Juru bicara TPNPB Sebby Sambom mengatakan, berdasarkan informasi dari intelijen TPNPB, memang ditemukan adanya bukti kontak senjata antara milisi TPNPB dengan prajurit TNI di Soanggama pada Rabu pagi.
Namun, ia membantah, ihwal klaim TNI yang mengatakan 14 milisi TPNPB tewas dalam kontak senjata tersebut. "Agus Kogoya masih selamat," ujar Sebby.
Dia mengklaim, jumlah korban tewas di Soanggama adalah 15 orang, dengan rincian 12 warga sipil dan 3 milisi TPNPB. "1 dari 12 orang warga sipil adalah perempuan," kata Sebby.