Liputan6.com, Jakarta Tiga dosen Politeknik Kesehatan (Poltekkes) yang sempat berada di Kathmandu, Nepal saat kerusuhan terjadi akhirnya tiba di Indonesia dalam keadaan selamat. Ketiga dosen Poltekes tersebut tiba di Indonesia pada 12 September 2025.
Riska dari Poltekkes Jakarta 3, Tecky dari Poltekkes Pontianak serta Hetty dari Poltekkes Semarang berada di Nepal sejak 7 September 2025. Mereka datang ke sana untuk memenuhi undangan Kementerian Kesehatan Nepal dan WHO SEARO. Ketiga dosen Poltekes ini datang sebagai co-facilitator dalam Midwifery Leadership Training Program yang dijadwalkan berlangsung hingga 12 September 2025.
Namun, situasi keamanan yang memburuk membuat seluruh kegiatan dihentikan. Seperti diketahui, demonstrasi di Nepal pecah dipicu oleh korupsi dan ketimpangan yang besar antara pejabat dan rakyat.
Usai mendengar informasi kerusuhan Nepal, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) bergerak untuk memastikan keselamatan para dosen.
“Kami telah melakukan kontak dengan Kemenlu di tingkat Wakil Menteri, Dirjen Protokol Konsuler, Direktur Perlindungan WNI, serta KBRI Dhaka. KBRI Dhaka berhasil berkomunikasi dengan ketiga dosen dan berkoordinasi dengan kantor WHO di sana,” ujar Kepala Pusat Kebijakan Strategi dan Tata Kelola Kesehatan Global Kemenkes, Harditya Suryawanto mengutip keterangan Kemenkes, ditulis Senin, 15 September 2025.
Dosen Poltekkes Dapat Pendampingan dari WHO saat di Nepal
Hetty menerangkan saat masih berada di Kathmandu kondisi ia dan dua rekan dosen lain Poltekkes sehat. Mereka pun mendapat pendampingan dari staf WHO di Hotel Himalaya.
Ketiganya pulang menggunakan penerbangan Maliando Air dari Kathmandu pada 11 September 2025 pukul 21.55 waktu setempat. Lalu, para dosen tiba di Jakarta pada 12 September 2025 pukul 08.15 WIB.
Ketiga dosen saat tiba di Indonesia disambut oleh Direktur Penyediaan SDM Kesehatan Kemenkes, Anna Kurniati.
“Kami mengucapkan terima kasih atas semua dukungan dan kerja sama, khususnya dari Kementerian Kesehatan, yang terus memastikan keselamatan kami,” ungkap Tecky, dosen Poltekkes Pontianak.
Kerusuhan di Nepal
Pada pekan lalu, terjadi demonstrasi yang besar di Nepal. Para anak muda di sana marah atas pemblokiran media sosial (medsos) dan korupsi di sana. Hal memicu bentrokan keras antara polisi dan para demonstran.
Aksi yang disebut sebagai protes Generasi Z atau Gen Z ini dianggap sebagai yang terbesar dalam sejarah modern Nepal dan muncul bersamaan dengan gerakan daring yang menyoroti para nepo kids—istilah populer bagi anak-anak dari kalangan elite yang dinilai mendapat privilese karena koneksi keluarga.
Para demonstran menyerbu gedung parlemen di Kathmandu, sementara polisi menanggapi dengan gas air mata, peluru karet, meriam air, serta—menurut organisasi hak asasi Amnesty International—peluru tajam.
Demonstrasi bermula di New Baneshwar, Kathmandu, lokasi gedung parlemen Nepal. Selain menuntut pencabutan larangan media sosial, para demonstran juga menuntut perdana menteri mengundurkan diri serta mendesak dibentuknya lembaga pengawas independen semacam ombudsman untuk memantau praktik korupsi.
Apa yang awalnya berlangsung damai kemudian memanas setelah pemerintah mengerahkan aparat keamanan dalam jumlah besar ke area protes.
Kathmandu Post menyebutkan bahwa aksi serupa juga merebak di sejumlah kota lain, termasuk Damak, Birtamod, Itahari, Biratnagar, Janakpur, Bharatpur, Pokhara, Birgunj, Butwal, Bhairahawa, Tulsipur, dan Dhangadhi. Beberapa pengunjuk rasa bahkan menargetkan kediaman perdana menteri di Damak.