
Banjir tinggi melanda sebagian wilayah Bali pada Rabu (10/9). Tukad Badung, rumah-rumah warga diserang sampah, jalanan dan bangunan banyak roboh atau jebol. Selain itu, ada 14 korban tewas dan 2 orang lainnya masih dalam pencarian.
Analisa Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata alias Bokis, mengatakan banjir ini disebabkan oleh alih fungsi lahan, tata kelola ruang dan sampah yang buruk.
"Degradasi lingkungan yang ditandai dengan alih fungsi lahan khususnya lahan pertanian menjadi bangunan adalah merupakan pemicu awal dari rentannya Bali terhadap bencana hari ini," kata Krisna saat dihubungi, Kamis (11/9).
Dia mengatakan, pertumbuhan bangunan pesat sejak tahun 2018 sampai tahun 2023, terutama di wilayah Kota Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan atau yang dikenal sebagai kawasan Sarbagita. Hal ini mengakibatkan jumlah lahan pertanian terus menyusut.
"Persentase penyusutan lahan sawah berkisar antara 3-6 persen dari luas wilayah masing-masing kabupaten/kota," katanya.
Dia merinci, Kota Denpasar mengalami penurunan lahan sawah sebanyak 784,67 Ha atau 6,23 persen dari luas wilayah. Luasan sawah di Kabupaten Badung berkurang sebanyak 1.099,67 Ha dan Kabupaten Gianyar berkurang 1.276,97 Ha. Penyusutan lahan sawah terbesar berada di Kabupaten Tabanan yaitu seluas 2.676,61 Ha.

Penyusutan lahan sawah ini akan menghilangkan fungsi Subak (Sistem Irigasi Tradisional Bali) terutama dalam fungsinya pada sistem hidrologis alami. Subak memiliki fungsi sebagai saluran irigasi dan mendistribusi air yang turut menjaga dan mengatur sistem hidrologis air.
Setiap 1 Ha sawah mampu menampung 3 ribu ton air apabila ketinggian air 7 cm.
"Apabila lahan pertanian dan Subak makin banyak berubah atau beralih fungsi menjadi bangunan, tentu hal tersebut akan mengganggu sistem hidrologis air alami yang ada, air menjadi tidak tertampung dan teririgasi dengan baik, sehingga timbulah banjir seperti yang kita lihat ini," ucapnya.
Dari sisi tata ruang yang buruk. Bokis mencontohkan akomodasi pariwisata yang berlokasi di sempadan pantai, sempadan sungai, lahan sawah dan lahan perkebunan.
"Hal ini tentu akan menjadi suatu kombinasi yang sangat krusial yang menghantarkan Bali pada situasi kerentanan terhadap bencana. Salah satunya banjir," kata dia.

Di sisi lain, Pemprov Bali kini melarang membuang sampah ke TPA Suwung sehingga memperburuk tata kelola ruang di Kota Denpasar dan Badung serta sekitarnya. Menurutnya, sampah akan bertumpuk di mana-mana sehingga air hujan tak punya jalur pengairan. Sampah-sampah itu justru terbawa arus hujan.
"Terlebih terkait masalah sampah, pasca-penutupan TPA regional Sarbagita kemaren, tentu kita bisa menduga jika tata kelola sampahnya akan semakin memburuk," katanya.
"Sampah tidak lagi memiliki tempat singgah untuk dikelola karena tempatnya sudah ditutup, sehingga ia akan menumpuk dan tak jarang akan menyumbat berbagai saluran air, drainase sehingga tidak mampu memecah jalan air dari hujan dan sungai banyak yang meluap lalu kemudian menyebabkan banjir bandang yang hari ini telah menelan korban jiwa dan ratusan korban terdampak di berbagai kabupaten," ujarnya.

Menurutnya, Pemprov Bali harus melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi banjir yang terus berulang, yakni, menghentikan alih fungsi lahan, melakukan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata yang masif di kawasan Sarbagita.
Berani menindak setiap pembangunan yang melabrak Sempadan Pantai dan Sempadan Sungai dan melakukan pemulihan di berbagai titik atau lahan kritis di Hulu Bali.
Tanggapan Pemprov Bali
Merespons hal ini, Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta tak menampik masifnya pembangunan menjadi salah satu faktor penyebab banjir. Dia mengaku akan secepatnya mencarikan solusi terkait pembangunan ini, salah satunya membatasi pembangunan di Bali.
"Semua ini (banjir) ada dampak (masifnya pembangunan) cuma sekarang bagaimana mencarikan sebuah solusi)," katanya singkat saat mengunjungi tempat pengungsian.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa tak mau menyebut tata kelola ruang dan penanganan sampah yang buruk menjadi penyebab banjir. Banjir disebabkan curah hujan tinggi akibat gelombang ekuatorial rosbby.
"Ini memang murni adalah karena derasnya air yang dihulu. Dan pasal buktinya hari ini, kemudian pasal dua jam setelah itu air mulai surut dia. Yang terkeras dampaknya adalah bantaran-bantaran sungai yang dialiri Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Ayung," katanya.
"Kita dari pemerintah kota juga sudah berusaha maksimal sekali untuk penanganan sampah, kemudian penanganan drainase," tambahnya.