Liputan6.com, Jakarta Migrain bukan hanya sakit kepala biasa. Kondisi ini berupa rasa nyeri berdenyut yang menyerang satu sisi kepala ini bisa disertai dengan gejala lain, seperti mual, sensitivitas terhadap cahaya, bahkan membuat penderitanya sulit untuk beraktivitas.
Dilansir dari ABC News, sebuah survei yang dilakukan di Australia menunjukkan prevalensi penyakit neurologis ini jauh lebih buruk pada wanita Australia dibandingkan dengan perkiraan para ahli sebelumnya.
Melalui sebuah survei yang dilakukan oleh organisasi kesehatan Jean Hailes untuk Kesehatan Wanita, yang bermitra dengan Migrain and Headache Australia, ini diyakini sebagai sebuah riset komprehensif pertama di Australia terkait dengan tingkat migrain pada wanita.
Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa satu dari tiga wanita Australia menderita migrain dan mengalaminya dalam tiga bulan terakhir. Gejala yang terjadi yaitu nyeri berdenyut, rasa sensitif terhadap cahaya dan suara, mual, muntah, pusing, dan kabut otak.
“Saya tidak menyadari bahwa kita memiiki satu dari tiga wanita di Australia mengalami migrain,” Sarah White, Kepala Eksekutif Jean Hailes.
“Dan ada satu dari sepuluh lainnya memiliki serangan migrain yang tidak terdiagnosis dalam tiga bulan terakhir,” tambahnya.
Migrain Bukan Hanya Sekadar Sakit Kepala
Menurut Migraine and Headache Australia, sebanyak 4,9 juta penduduk Australia mengalami migrain, dengan tiga perempatnya merupakan wanita.
Emma Foster, ahli saraf Rumah Sakit Alfred, mengatakan migrain lebih dari sekadar sakit kepala parah. "ini adalah penyakit neurologis dan saat ini kami menganggapnya…sebagai gangguan pemrosesn sensorik,” kata Foster
Ia menyebut, gejala migrain dapat berlangsung selama 4 hingga 72 jam.
Jenis sakit kepala ini merupakan kondisi yang khas, sebab kerap disertai dengan gejala lainnya yang bahkan bisa lebih melemahkan dibandingkan dengan penyakit parah.
Di Australia, migrain memiliki dampak yang signifikan bagi wanita, hal ini disampaikan oleh White.
“Delapan dari sepuluh wanita dalam survei ini berbicara tentang bagaimana pekerjaan mereka terdampak. Delapan dari sepuluh perempuan juga berbicara tentang bagaimana kesehatan fisik (mereka) terdampak,” jelas White.
“Lima puluh persen perempuan berbicara tentang bagaimana migrain memengaruhi kepercayaan diri dan harga diri mereka. Ini masalah yang cukup besar,” lanjutnya.
Mengapa Migrain Lebih Banyak Menyerang Wanita?
Menurut Foster, migrain lebih umum terjadi pada wanita diduga memiliki hubungan dengan hormon seks, serta faktor genetik, lingkungan, dan sosial.
“Sering kali, wanita mulai melaporkan migrain sekitar masa pubertas dengan dimulainya mentruasi dan…migrain sering kali memburuk satu atau dua hari sebelum menstruasi dimulai atau dalam satu atau dua hari setelahnya,” ungkap Foster.
Foster mengatakan, hal tersebut berkaitan dengan perubahan hormon yang terjadi pada wanita.
“Hal itu berkiatan dengan penurunan kadar estrogen dan progesteron yang cepat…dan tepat sebelum menopause, ketika ovarium mulai sedikit melambat dan kadar hormon mulai menurun. Itulah saat-saat lain dalam kehidupan seorang wanita ketika ia benar-benar menyadari perubahan pada migrainnya,” jelas Foster.
Ia juga menyebut bahwa genetika juga turut berperan dengan munculnya kondisi migrain ini. Lampu neon, lingkungan yang bising, dan bau yang menyengat merupakan pemicu kambuhnya migrain.
“Ketegangan atau cedera musculoskeletal terkadang dapat memicu migrain bagi orang yang rentan,” kata Foster.