Liputan6.com, Jakarta - Pola asuh tradisional sudah berkembang di tengah masyarakat Indonesia sejak dulu.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan bahwa dirinya kerap mendapat cerita dari para nenek atau orangtua di masa lalu.
“Dulu umur dua bulan dikasih pisang, banyak yang ajaib-ajaib. Ada juga bayi baru lahir pas puput udel langsung dikasih abu pusarnya supaya sehat, enggak tahunya malah tetanus neonatorum (tetanus pada bayi baru lahir akibat bakteri),” kata Piprim dalam webinar Pola Asuh Tradisional vs Pengetahuan Modern: Tantangan dalam Pemberian MPASI pada Selasa (12/8/2025).
Piprim tak memungkiri, kebiasaan-kebiasaan tradisional berbasis budaya memang tidak semuanya salah, tidak pula semuanya benar.
“Kami sebagai dokter anak tentu harus memberi asupan berbasis bukti kepada masyarakat, tentu saja dengan cara yang bijak tidak lantas menyalahkan tapi juga tidak membiarkan ketika ada hal-hal yang keliru. Karena nanti dampaknya terkait dengan 1000 hari pertama kehidupan anak,” ujar Piprim.
Terkait Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI), ilmu pengetahuan menyebutkan bahwa asam amino esensial adalah hal yang sangat penting untuk bisa menghidupkan saklar atau tombol dimulainya pertumbuhan. Bagaimana otot-otot bisa tambah besar, tulang memanjang, usus memanjang, otak tambah besar.
“Itu ketika asam amino esensialnya cukup dan ini banyak sekali terkandung dalam protein hewani,” katanya.
ASI eksklusif merupakan langkah penting dalam mencegah stunting sejak dini karena memberikan nutrisi yang optimal bagi pertumbuhan bayi. Dengan menyusui secara eksklusif selama enam bulan pertama, anak mendapatkan zat gizi yang diperlukan untuk perke...
Manfaatkan Protein Hewani Lokal
Di berbagai daerah, sambung Piprim ada protein hewani lokal yang justru perlu dibudidayakan. Misalnya daerah-daerah yang senang makan kepiting atau ikan laut, ikan tawar, sejenis ulat, belalang dan sebagainya.
“Saya sempat tanya kader di posyandu, apa makanan yang bisa cegah stunting? Mereka jawab, ‘sayur buah, dan vitamin’ ya pantas stunting, karena sayur dan buah itu tidak bisa mencegah stunting. Hanya protein hewani yang bisa mencegah stunting,” kata Piprim.
Guna menyebarkan edukasi pencegahan stunting, maka komunikasi ke masyarakat harus dilakukan secara sederhana dan pesan yang jelas.
“Misalnya gunakan kata ‘protein hewani lokal’ itu lebih powerfull dan lebih mudah diingat daripada PMT lokal. Ketika menggunakan ‘pemberian makanan tambahan lokal’, nanti yang diberikan adalah nagasari, bubur kacang ijo, dan macam-macam jajanan yang tidak ada protein hewaninya.”
Kawal Budaya agar Sesuai dengan Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Piprim mengajak masyarakat untuk tidak melawan budaya lokal, tapi kawal dan coba sesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
“Jadi pemberian MPASI yang tepat itu bisa mencegah terjadinya stunting, yang penting adalah aksi cegah stunting. Beri telur, ikan, ati ayam, unggas, daging, dan sebagainya kemudian sesuaikan dengan budaya lokal.”
Piprim juga menilai, untuk mencegah stunting maka lebih baik memberi ikan atau telur daripada MPASI instan yang tak sesuai usia dan tanpa penjelasan medis.
“Kalau bisa, makanan rumahan yang diolah dengan baik dan memenuhi nilai gizi terutama protein hewani yang cukup, ini inshaAllah bisa cegah stunting,” pungkasnya.