KEHADIRAN personel Badan Intelijen Strategis atau BAIS TNI dalam demonstrasi akhir Agustus 2025 masih menjadi perdebatan publik. Sejumlah kalangan menilai tidak seharusnya kerja-kerja intelijen tentara memantau atau menghimpun informasi dalam aksi massa.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Kritik itu salah satunya dari Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf. Mantan peneliti Imparsial itu mengecam penugasan Mayor SS, personel BAIS di lokasi demonstrasi pada 28 Agustus 2025. Sesuai surat klarifikasi yang disampaikan TNI kepada Tempo, Mayor SS memantau aksi massa di sekitar flyover Slipi, Jakarta Barat.
Al Araf mengatakan tugas anggota BAIS TNI seharusnya fokus pada kepentingan militer sebagai alat pertahanan negara. Menurut dia, meski tidak terlibat dalam agenda provokasi, keberadaan anggota intelijen di tengah massa aksi adalah salah dan keliru.
“Untuk menghadapi kemungkinan deteksi dini ancaman perang dari negara lain, bukan terlibat dan ada di dalam massa aksi,” kata Al Araf dalam diskusi Koalisi Masyarakat Sipil yang disiarkan di kanal YouTube Imparsial pada Jumat, 12 September 2025. Ia mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengevaluasi kerja tentara intelijen.
Dalam kronologi yang disampaikan TNI, sejak pukul 15.25, bentrokan terjadi antara massa dan pasukan Brimob di kawasan Slipi hingga bergeser ke Pejompongan dan Bendungan Hilir. Saat mengikuti pergerakan pasukan, Mayor SS terpisah dari rekannya akibat kepulan gas air mata. Ia kemudian diamankan personel Brimob ketika sedang duduk di atas sepeda motor di dekat sebuah pom bensin.
Menurut TNI, semula Brimob menduga Mayor SS bagian dari demonstran karena berpakaian sipil. Namun setelah menunjukkan identitas dan surat tugas, percakapan ditutup dengan saling berjabat tangan. Mayor SS dilepaskan karena sedang bertugas. TNI menganggap, pemberitaan menggiring opini seolah-olah prajurit tersebut ditangkap karena menjadi provokator.
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Brigadir Jenderal Freddy Ardianzah mengklaim kehadiran personel BAIS TNI dalam demonstrasi sesuai undang-undang. Freddy mengatakan BAIS TNI selalu berada dalam koridor peraturan yang berlaku.
Freddy mengatakan BAIS TNI bertugas menyelenggarakan kegiatan dan operasi intelijen strategis. BAIS TNI juga melakukan pembinaan kekuatan dan kemampuan intelijen strategis untuk mendukung tugas pokok TNI.
“BAIS TNI mendeteksi, mengantisipasi, dan memberikan peringatan dini terhadap potensi ancaman yang dapat mengganggu kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa,” katanya melalui pesan Whatsapp kepada Tempo, Senin, 15 September 2025. Menurut Freddy, operasi yang dijalankan BAIS TNI sifatnya beragam, baik secara terbuka maupun tertutup.
Secara terbuka, personel mengumpulkan data dan memantau kondisi strategis di lapangan, serta kerja sama dengan berbagai instansi terkait. Secara tertutup, fungsi intelijen strategis menganalisis ancaman dari luar maupun dalam negeri. “Prinsipnya, semua operasi tersebut dilaksanakan untuk mendukung tugas pokok TNI,” kata Freddy.
DPR menganggap masalah kehadiran personel BAIS dalam massa aksi akhir Agustus lalu sudah selesai. Komisi I tidak akan memanggil lagi perwakilan TNI untuk membahas ini. Sebab, DPR sudah membahasnya saat rapat bersama Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan dan Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi pada awal September.
“Iya (nggak ada rencana pemanggilan), sudah ada penjelasan kemarin,” kata Wakil Ketua Komisi I Dave Laksono melalui pesan Whatsapp, Senin, 15 September 2025. Politikus Partai Golkar ini enggan berkomentar lebih jauh mengenai keterlibatan anggota BAIS TNI dalam demonstrasi.
Dihubungi terpisah, Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Tubagus Hasanuddin juga tidak mau banyak berkomentar. “Sudah diklarifikasi (oleh TNI), tidak ada,” katanya soal keterlibatan anggota BAIS TNI di demonstrasi yang berakhir rusuh bulan lalu.
Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis, mengatakan fungsi BAIS TNI adalah untuk pertahanan nasional – menggentarkan, mencegah, dan menaklukan musuh dari luar negeri. Selain itu, BAIS juga berwenang dalam operasi militer selain perang seperti menghadapi pemberontakan senjata, separatisme, hingga terorisme.
Namun, Beni menegaskan, dalam praktiknya, BAIS tidak terlepas dari kepentingan politik tertentu. Hal ini terlihat pada masa sebelum dan sesudah reformasi. Orientasi operasi intelijen cenderung diarahkan pada kelompok-kelompok kritis terhadap pemerintah seperti pada era Orde Baru.
“BAIS dianggap sebagai salah satu instrumen politik rezim yang digunakan untuk melemahkan kelompok oposisi, baik di parlemen maupun masyarakat sipil,” kata Beni dihubungi pada Senin, 15 September 2025. Pada era reformasi pun, persepsi ancaman oleh BAIS tetap memiliki bias tertentu, meskipun format organisasi dan dukungan struktur mengalami perubahan.
Beni menjelaskan, sampai 2009, BAIS memiliki 7 direktorat yang membagi tugas dan peran tertentu. BAIS memiliki Direktorat A yang mengawasi lingkungan strategis dalam negeri dan Direktorat B yang menangani lingkungan strategis luar negeri.
Sehingga, ketika ada protes dan kerusuhan, Direktorat A bisa saja menugaskan para operatif intelijen ke lokasi yg di menjadi tempat aksi protes. Sehingga ketika terjadi penangkapan pada operatif BAIS TNI bisa saja terjadi kesalahpahaman.