Liputan6.com, Jakarta - Dokter Spesialis Anak Subspesialis Endokrinologi, Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A, Subsp. End., FAAP, FRCPI (Hon.), menyebut Sri Lanka lebih maju dibandingkan Indonesia dalam hal menyelamatkan nyawa ibu dan anak.
Menurutnya, angka kematian ibu dan anak di Sri Lanka jauh lebih rendah, bahkan lebih baik dibanding Thailand, serta hampir setara dengan Singapura dan Australia.
"Sama dengan Australia angka kematian bayi dan anaknya," kata Aman dalam acara Small Group Media Interview CDiC Diabetes Camp dan Novo Nordisk pada Rabu, 10 September 2025.
Aman yang juga Kepala Program Kemitraan Global Changing Diabetes in Children (CDiC) Indonesia, menjelaskan, kunci keberhasilan Sri Lanka adalah sistem rujukan yang berjalan dengan baik.
Padahal, secara populasi Indonesia jauh lebih besar, tapi justru jumlah penduduk yang besar itu menjadi tantangan tersendiri.
"Mereka hanya punya sekitar 30 kabupaten/kota, kita 514. Jadi sistem rujukan kita ini yang harus diperbaiki," ujarnya.
Diabetes Tipe 1 pada Anak Masih Jadi Tantangan
Selain masalah sistem rujukan, Aman menyoroti diabetes tipe 1 pada anak yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Banyak kasus baru terdeteksi saat pasien sudah dalam kondisi kritis.
"Jadi (pasien) datang dalam keadaan berat. Kadar gulanya tinggi, muntah-muntah, bisa tidak sadar, sesak. Kalau tidak ditolong tentu bisa menyebabkan kematian," kata Aman.
Saat ini, kata Aman, sekitar 70 persen pasien anak dengan diabetes terdiagnosis terlambat, ketika sudah mengalami ketoasidosis diabetik (KAD).
Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran, baik di masyarakat maupun di kalangan tenaga medis bahwa diabetes juga bisa menyerang anak-anak.
"Ketidak-aware-an ini bukan hanya di masyarakat, bahkan tenaga kesehatan sering telat melihat. Anak bisa dianggap asma, usus buntu, atau pneumonia, padahal diabetes," ujarnya.
Gejala Ini Sering Diabaikan
Aman, menambahkan, masih banyak orang tua yang belum mengenali tanda-tanda diabetes pada anak. Padahal, gejala klasiknya cukup jelas.
"Kalau anak banyak makan, sering kencing, berat badan turun drastis, atau yang tadinya sudah tidak ngompol jadi ngompol lagi, apalagi anak mulai loyo, yang pertama harus dipikirkan adalah diabetes," kata Aman memberi contoh.
Namun, karena gejalanya mirip penyakit lain, banyak anak datang ke rumah sakit dalam kondisi sudah parah, sehingga diagnosis baru ditegakkan ketika komplikasi terjadi.
Keterbatasan Klinik Diabetes
Faktor lain yang memperparah kondisi adalah minimnya klinik khusus diabetes di Indonesia. Hingga kini, baru ada sekitar 22 klinik, jauh dari kebutuhan ideal.
"Harus ada klinik diabet khusus. Sekarang baru ada 22, sementara kita punya 514 kabupaten/kota. Sampai 2029 pun rasanya masih belum cukup," kata Aman.
Menurutnya, keberhasilan Sri Lanka seharusnya menjadi cermin bagi Indonesia. Negara kecil itu mampu menekan angka kematian ibu dan anak lebih baik dibanding Thailand, bahkan hampir menyamai Singapura dan Australia.
Pekerjaan rumah terbesar Indonesia ada pada perbaikan sistem rujukan dan pemerataan layanan kesehatan. Aman menegaskan perlunya komitmen pemerintah daerah untuk memastikan layanan kesehatan anak lebih merata.
"Setiap Pemda harusnya memastikan di kabupaten/kotanya ada klinik diabetes anak. Masih panjang jalan kita, tapi itu harus jadi target," pungkasnya.