Liputan6.com, Jakarta Ngompol mungkin sering dianggap masalah sepele pada anak. Banyak orangtua mengaitkannya dengan kebiasaan tidur, pola minum, atau bahkan rasa malas anak untuk bangun di malam hari.
Namun, fakta mengejutkan datang dari kalangan medis, ngompol yang kembali muncul setelah anak berhenti ngompol bisa menjadi gejala awal diabetes mellitus tipe 1 seperti disampaikan dokter spesialis anak subspesialis endokrinologi sekaligus Kepala Program Kemitraan global Changing Diabetes in Childres (CDiC) Indonesia, Prof Aman Bhakti Pulungan.
Banyak orangtua menganggap ngompol hanyalah fase perkembangan yang biasa dialami anak. Padahal, menurut Aman, kondisi tersebut tidak boleh diabaikan, terutama bila anak sebelumnya sudah bisa mengontrol buang air kecil.
Kebiasaan ngompol yang telah lama berhenti kemudian balik lagi, Aman sebut bisa menjadi gejala diabetes tipe 1.
“Yang tadinya tidak ngompol, dia ngompol lagi. Yang terpikir pertama kali harus adalah diabetes. Nah ini yang harusnya memang kita komunikasikan. Jadi bahwa memang diabetes bisa pada anak,” katanya Small Group Media Interview CDiC Diabetes Camp dan Novo Nordisk pada Rabu, 8 September 2025.
Selain itu, ia menyebutkan bahwa gejala klasik seperti sering buang air kecil, banyak makan, banyak minum, dan penurunan badan drastis juga merupakan ciri penyakit diabetes tipe 1.
Kerap Dianggap Sepele
Aman menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda yang terlihat sederhana. Gejala-gejala ini kerap tidak dikenali karena tampak seperti masalah sepele, sehingga anak dengan penyakit diabetes tipe 1 ini kerap terlambat mendapat penanganan.
“Nah ada tipsnya apa? Ketika kita dapati anak, banyak makan, banyak minum, banyak kencing. Berat badan turun drastis, kayak pasien di Kupang itu. Terus yang tadinya tidak ngompol, ngompol lagi. Apalagi anak mulai loyo, yang pertama harus dipikirkan adalah diabetes,” ujar Aman dalam acara Small Group Media Interview CDiC Diabetes Camp, pada Rabu, 10 September 2025.
Kesalahan orangtua dalam membaca tanda ini membuat banyak anak datang ke rumah sakit dalam kondisi sudah parah. Akibatnya, mereka baru mendapat diagnosis setelah mengalami komplikasi.
Gejala Mirip Penyakit Lain
Pada kenyataannya penyakit diabetes tipe 1 ini jauh lebih rumit. Banyak anak di Indonesia justru mengalami salah diagnosis karena gejalanya mirip penyakit lain.
“Ketidak-aware-an kita ini bukan hanya masyarakat, bahkan tenaga kesehatan telat melihat ini. Jadi datang itu bisa dianggap asma, bisa dianggap appendix atau usus buntu. Kalau sakit perut bisa dianggap pneumonia,” jelasnya.
Aman mengungkapkan bahwa diabetes tipe 1 bahkan pernah disangka penyakit usus buntu hingga pasien akhirnya dioperasi. Kondisi ini tidak hanya membahayakan pasien, tapi juga menunda penanganan yang seharusnya segera diberikan.
“Pernah ada kejadian di salah satu Rumah Sakit tipe A, sekarang gak kejadian lagi. Sampai dioperasi usus buntu, ternyata diabetik tipe 1,” ungkapnya.
Aman juga menyebut, bahwa sebanyak 70 persen pasiennya yang terkena diabetes tipe 1 telat terdiagnosis. Mereka datang ketika dalam keadaan yang parah yang dinamakan ketoasidosis diabetik (KAD).
Diabetes Tipe 1 Bukan karena Faktor Genetik
Aman menegaskan, penyakit diabetes tipe 1 bukan disebabkan karena keturunan, tetapi autoimun.
“Kalau dikatakan keturunan, banyak sekali pasien kita yang 2.000 lebih itu orangtuanya tidak DM (Diabetes Mellitus) 1, jadi pola diturunkannya itu berbeda,” ungkap Aman.
Aman menyebut, pada diabetes tipe 2 memang risiko diturunkan berdasarkan genetik tinggi, tetapi pola penurunan ini berbeda dengan diabetes tipe 1. Karena diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun, proses sistem kekebalan tubuhlah yang menjadi penyebab.
“Karena dia autoimun, proses autoimun inilah yang menyebabkan terjadinya (diabetes tipe 1). Kenapa dia bisa? Salah satu infeksi virus pada saat pendemi COVID-19, diabetes kita meningkat. Virus-virus ini juga bisa mencetuskan pada diabetes,” jelas Aman.