Liputan6.com, Jakarta Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Slamet Budiarto angkat bicara terkait kasus dugaan intimidasi dokter spesialis penyakit dalam yang praktik di RSUD Sekayu Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
“IDI mengutuk lah perlakuan terhadap dokter tersebut dan harusnya dihormati sebagai seorang dokter yang memeriksa pasien, karena dokter memeriksa pasien kan sudah sesuai standar profesi, tidak boleh menggunakan kekerasan seperti itu,” kata Slamet kepada wartawan, Rabu (13/8/2025).
“Jadi kami mengutuk kemudian mengimbau rumah sakit untuk melindungi dokter, menjaga keamanannya dokter karena yang punya kan rumah sakit,” tambahnya.
Ia berharap, peristiwa seperti ini tak terjadi lagi dan mengimbau pasien serta keluarga untuk menyampaikan pengaduan dengan baik jika ada ketidakpuasan.
“Ke depan semoga tidak terjadi lagi, kalau memang ada ketidakpuasan ya melalui mekanismenya kan ada, tidak kasar seperti itu,” imbaunya.
Sebelumnya, dokter spesialis penyakit dalam di RSUD Sekayu Musi Banyuasin Sumsel dipaksa membuka masker dan dilempari kata-kata kasar oleh keluarga pasien karena enggan menunggu pemeriksaan dahak dan mengaku tidak puas dengan fasilitas dan layanan yang diberikan.
Dokter Spesialis Paru dari RSUP Persahabatan, Erlina Burhan meminta masyarakat untuk tidak memandang remeh lonjakan kasus yang disebabkan oleh omicron. Meski banyak pihak menyampaikan varian omicron tak terlalu berbahaya, risiko penularannya masih le...
Lakukan Pendampingan untuk Dokter
Slamet memastikan, IDI akan melakukan pendampingan terhadap dokter tersebut. Termasuk pendampingan untuk melapor hingga tuntas.
“IDI pasti akan lakukan pendampingan terhadap dokter tersebut, nanti di cabang yang akan mendampingi. Mendampingi untuk melapor ke penegak hukum, semua anggota IDI berhak mendapat pendampingan sampai selesai.”
Slamet berpesan, masyarakat harus menghormati dokter, manakala terjadi ketidakpuasan maka gunakan mekanisme pengaduan di rumah sakit.
“Jadi tidak boleh menggunakan cara kekerasan seperti Itu dan itu sangat melukai profesi kedokteran kalau seperti itu, rumah sakit juga harus menjamin keamanan bagi dokter-dokter yang berpraktik di situ,” ucapnya.
Dalam regulasi, sambungnya, sudah diatur kewajiban dokter maupun kewajiban pasien. Namun, di lapangan memang kerap terjadi anomali seperti ini.
“Di regulasi sih udah ada, udah jelas, yang paling utama rumah sakitnya harus memberi keamanan pada dokter yang berpraktik di situ,” pesannya.
Kronologi Dugaan Intimidasi Dokter di RSUD Sekayu
Dalam video yang tersebar di berbagai platform, peristiwa terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Dalam video, seorang pria yang merupakan keluarga dari pasien, marah-marah terhadap dokter penyakit dalam yang diketahui bernama dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD, K-GH, FINASIM.
Kemarahan diduga akibat pelayanan yang dinilai lambat dan ruangan yang tidak sesuai ekspektasi keluarga pasien.
“Ibu saya ini tiap hari disuruh tunggu dahak, kita sewa ruangan VIP ini untuk pelayanan yang bagus, yang layak, bukan sekadar suruh nunggu. Ini nyawa, ini emak saya, jangan kamu kayak kesannya main-main, berdalih nunggu air ludah (dahak), saya minta tindakan yang pasti,” ujar pria itu sambil merekam sosok dokter Syahpri, mengutip video viral yang diunggah ulang akun Tiktok @kawesusu, dikutip pada Kamis (14/8/2025).
Dengan kata lain, pria tersebut enggan menunggu lebih lama lagi terkait berbagai prosedur pemeriksaan dan ingin ibunya segera ditangani. Pasalnya, ia membayar untuk ruang VIP dan berharap tindakan yang cepat tanpa menunggu hasil pemeriksaan dahak.
Situasi memanas ketika pria lainnya membuka masker dokter secara paksa dan memaksanya untuk memberi penjelasan.
Enggan Tunggu Pemeriksaan Dahak
Dalam keadaan tertekan, Syahpri berupaya untuk tetap tenang dan menjelaskan prosedur yang dilakukan pada pasien.
“Ibu ini masuk RS dengan kondisi tidak sadar, akibat hipoglikemi atau gula darah sangat rendah. Tekanan darahnya tidak terkontrol, kemudian kita lakukan pemeriksaan, dilakukan rontgen dan didapatkan adanya infiltrate atau gambaran bercak di paru-paru kanan, gambaran khas dari TBC,” jelas Syahpri.
Guna memastikan bahwa itu benar-benar penyakit TBC, maka Syahpri pun perlu memeriksa dahak pasien. Sayangnya, dalam proses menunggu dahak, keluarga atau anak pasien enggan menunggu lebih lama lagi dan ingin penanganan segera. Pria itu tidak menjelaskan proses menunggunya memakan waktu berapa lama, tapi ia sempat menyebut “berhari-hari.”
Pria itu pun menganggap bahwa dahak adalah air liur yang bisa diambil kapanpun tanpa ditunggu.
Padahal, menurut Syahpri, dahak berbeda dengan air liur, dan pemeriksaan TBC memang harus menggunakan dahak agar diketahui secara pasti.
“Nunggu dahak, kasih obat-obatan untuk menguji ke laboratorium, kita harus cek dahaknya, itu cara pemeriksaan pastinya,” jelas Syahpri.
Dalam detik-detik terakhir video, anak pasien sempat melontarkan kata-kata ancaman terhadap dokter.
“Urus balik, kalau masih mau hidup urus balik ibu saya,” ujar pria di balik kamera itu.